TARIKAT
Tarikat atau tarekat berasal dari lafal Arab thariqah artinya jalan.
Kemudian mereka maksudkan sebagai jalan menuju Tuhan; Ilmu batin,
Tasawuf.
Perkataan
Tarikat ("jalan" bertasawuf yang bersifat praktis) lebih dikenal ketimbang
tasawuf, khususnya dalam kalangan para pengikut awam yang merupakan bagian
terbesar.
Tarikat
tidak membicarakan filsafat tasawuf, tetapi merupakan amalan (tasawuf) atau
prakarsanya. Pengalaman tarikat merupakan suatu kepatuhan secara ketat kepada
peraturan-peraturan syariat Islam dan mengamalkannya dengan sebaik-baiknya, baik
yang bersifat ritual maupun sosial, yaitu dengan menjalankan praktek-praktek
dan mengerjakan amalan yang bersifat sunat, baik sebelum maupun sesudah sholat wajib, dan mempratekkan
riyadah. Para kyai menganggap dirinya sebagai ahli tarikat. (Leksikon Islam,
Pustaka Azet Perkasa Jakarta 1988, II, hal 707).
Selanjutnya, tentang tarikat ini kami kutip dari buku tersebut (leksikon
Islam), karena sudah dirangkum dengan kondisi Indonesia sehingga mudah dicerna.
Setelah itu baru kami ambilkan komentar tentang tarikat dari berbagai sumber
lain. Sehingga pembeberan tarikat yang kami kutip berikut ini merupakan bahan
yang akan dikomentari sesudahnya.
Dalam
tradisi pesantren terdapat dua bentuk tarikat: (1) yang dipratekkan menurut
cara-cara yang dilakukan oleh organisasi-organisasi tarikat, (2) yang
dipratekkan menurut cara di luar ketentuan organisasi-organisasi
tarikat.
Tidak
semua organisasi tarikat menganut sistem kepercayaan dan praktek keagamaan yang
sama. Terdapat dua kelompok (a) yang sepenuhnya sejalan dengan ajaran-ajaran
Al-Qur`an dan hadis; (b) yang tidak memiliki kaitan yang cukup kuat dengan
Al-Qur`an dan hadis.
Berikut
ini ada beberapa tarikat-tarikat yang menerangkan nama pendirinya, wafat
pendirinya, tempat tarikatnya, pengaruhnya, asal-usulnya dan
keterangan-keterangan yang perlu.
Tarikat
HaddadiahTarikat yang
didirikan oleh Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad yang wafat 1095M di Yaman.
Banyak orang yang takut ikut tarikatnya berhubung ratibnya yang terkenal, Ratib
Al-Haddad, dipercayai sebagai doa selamat yang bermantera. Pengaruhnya tak hanya
di Aceh, tapi hampir di seluruh negara Indonesia.
Tarikat
KhalwatiahTarikat yang
diprogandakan dalam abad-18 oleh Syaikh Mustafa Al-Bakri di Mesir dan Suriah.
Salah seorang tokoh tarikat ini ialah Ahmad At-Tijani yang berasal dari
Aljazair.
Tarikat
MaulawiahTarikat yang
didirikan oleh Maulwi Jalaluddin Ar-Rumi, meninggal dunia di Anatoila, Turki.
Zikirnya disertai tarian mistik dengan cara keadaan tak sadar, agar dapat
bersatu dengan Tuhan. Penganut-penganutnya bersifat pengasih dan tidak
mengharapkan kepentingan diri sendiri, serta hidup sederahana menjadi teladan
bagi orang lain.
Tarikat Mu`tabarah
NahdliyinPara kyai pada
tanggal 10 Oktober 1957 mendirikan suatu badan federasi bernama Pucuk Pimpinan
Jam`iyah Ahli Tariqah Mu`tabarah, sebagai tindak lanjut keputusan Muktamar N.U.
(nahdlatul Ulama) 1957 di Magelang. Belakangan dalam Muktamar N.U. 1979 di
Semarang ditambahkan kata Nahdliyin, untuk menegaskan bahwa badan ini tetap
berafiliasi kepada NU. Sejak berdirinya pimpinan tertinggi badan ini ialah para
kyai ternama dari pesantren-pesantren besar.
Dalam
anggaran dasarnya dinyatakan bahwa badan ini bertujuan:
(1)
meningkatkan pengamalan syariat Islam di kalangan masyarakat; (2) mempertebal
kesetiaan masyarakat kepada ajaran-ajaran dari salah satu Mazhab yang empat;
dan (3) menganjurkan para anggota agar meningkatkan amalan-amalan Ibadah dan
Muamalah, sesuai dengan yang dicontohkan para ulama salihin.
Pasal 4
menyatakan bahwa badan ini akan tetap setia kepada paham Ahlussunnah
wal-Jama`ah.Alasan utama
mendirikan badan federasi ini adalah:
(1) untuk
membimbing organisasi-organisasi tarikat yang dinilai belum mengajarkan
amalan-amalan yang sesuai dengan Al-Qur`an dan hadis; (2) untuk mengawasi
organisasi-organisasi tarikat agar tidak menyalahgunakan pengaruhnya untuk
kepentingan yang tidak dibenar kan oleh ajaran-ajaran agama.
Tarikat
NaqsyabandiahTarikat ini
mula-mula didirikan di Turkestan oleh Bahiruddin Naqsyabandi (sumber lain
menyebutkan, Muhammad bin Muhammad Bahauddin al-Bukhari 1317-1389M, bukan Imam
Al-Bukhari perawi Hadits, pen) dan di Indonesia termasuk tarikat yang paling
berpengaruh. Pimpinannya, Sulaiman Effendi, mempunyai markas besar yang
terletak di kaki gunung Abu Qubbais di pnggiran kota Makkah.
Pengikut-pengikutnya kebanyakan dari Turki dan wilayah-wilayah Hindia Belanda dulu, serta di bekas jajahan
Inggris di daerah Melayu. Pada umumnya tarikat ini paling banyak pengikutnya
di Jawa sejak abad ke-19 sampai saat ini. Tarikat ini adalah tarikat terbesar
di dunia, juga di Indonesia, dan dianggap paling terawat baik. Ada seleksi untuk
jadi pengikutnya. Markasnya di Jawa ada di Jombang, Semarang, Sukabumi, Labuhan
Haji (Aceh) di pesantren Syaikh Waly, Khalidi.
Tarikat
QadiriahAsal mulanya di
Bagdad, dan dipandang paling tua. Pendirinya ialah Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani
(1077-1166M). Mula-mula ia seorang ahli bahasa dan ahli Fiqih dari mazhab
Hambali. Tulisannya pada umumnya berdasarkan ajaran Ahlus-Sunnah wal-Jama`ah.
Ada sejumlah bukunya yang ditulis oleh murid-muridnya yang menceritakan
kesaktiannya.
Pelajaran
Tarikat Qadiriah tidak jauh berbeda dari pelajaran Islam umum. Hanya saja
tarikat ini mementingkan kasih sayang terhadap semua makhluk, rendah hati dan
menjauhi fanatisme dalam keagamaan maupun politik. Keistimewaan tarikatnya ialah
zikir dengan menyebut-nyebut nama Tuhan.
Kaum
Qadiriah terlalu menyamakan Tuhan dengan manusia. Paham Qadiriah pada hakikatnya
adalah sebagian dari faham Mu`tazilah, karena imam-imamnya orang mu`tazilah.
(Apa yang ditulis di Leksikon Islam ini, agaknya rancu dengan aliran Qadariyah,
yaitu aliran yang menganggap bahwa manusia ini bebas dan berkuasa penuh untuk
menentukan dirinya, tidak ada campur tangan Tuhan, lawan dari aliran Jabbariyah
yang menganggap manusia hanya bagai wayang yang seluruhnya dijalankan oleh
dalang, semuanya digerakkan oleh Tuhan tanpa ada upaya manusia, pen.
Selanjutnya, Leksikon Islam itu menulis:)
Ada
anggapan membaca Manaqib Syaikh Abdul Qadir Jilani pada tanggal 10 malam tiap
bulan bisa melepaskan kemiskinan. Karena itu manaqibnya populer, baik di Jawa
maupun Sumatra. (Ini jelas bid'ah dan sesat, lihat Sorotan terhadap Kissah
Maulid, Nisfu Sya'ban, Manakib Syaikh AK Jailany oleh HSAAl-Hamdany,
Pekalongan, 1971, dan Kitab Manakib Syekh AbdulQadir Jaelani Merusak Aqidah
Islam oleh Drs Imron AM, Yayasan Al-Muslimun Bangil Jatim, cetakan keenam,
1411H/ 1990, pen). Kadang kala tarikat ini digabung dengan Naqsyabandiah
menjadi Tarikat Qadiriyah Naqsyabandiyah. Seperti halnya di Suryalaya
(Tasikmalaya Jawa Barat, dipimpin Abah Anom, yang sering dikunjungi Harun
Nasution, pen) dan Jombang (Jawa Timur, daerah kelahiran Presiden Gus Dur,
pen).
Tarikat Qadiriah
NaqsyabandiahGabungan ajaran
dua tarikat, yaitu Tarikat Qadiriah dan Tarikat Naqsyabandiah. Pendirinya Syaikh
Khatib Sambas. Tarikat ini merupakan sarana yang sangat penting bagi penyebaran
agama Islam di Indonesia dan Malaya dari pusatnya di Makkah antara pertengahan
abad ke-19 sampai dengan perempat pertama abad ke-20.
Tarikat
Rifa'iahDidirikan oleh
Syaikh Ahmad bin Ali-Abul Abbas (wafat 578H/1183M). Syaikh Ahmad, yang konon
guru Syaikh Abdul Qadir Jilani, begitu asyik berzikir hingga tubuhnya terangkat
ke atas, ke angkasa. Tangannya menepuk-nepuk dadanya. Kemudian Allah
memerintahkan kepada bidadari untuk memberinya rebana di dadanya, daripada
menepuk-nepuk dada. Tapi Syaikh Ahmad tidak ingat apa-apa; begitu khusuknya,
sehingga ia tak mendengar suara rebananya yang nyaring itu. Padahal seluruh
dunia mendengar suara rebana itu.Tarikat ini agak fanatik dan anggotanya dapat melakukan hal-hal yang
ajaib, misalnya makan pecahan kaca, berjalan di atas api, dan sebagainya.
Rifa`iah, yang memang merinci tarikatnya dengan rebana, di Aceh dulu pernah
berkembang besar dan disebut Rapa'i sudah sulit mencarinya yang asli, yang masih
berpegang teguh pada ajaran.
Tarikat
SamaniahTarikat yang dikenal
di Jawa Barat dan Aceh, didirikan oleh Syaikh Muhammad Saman Dari Madinah, Arab
Saudi, yang wafat tahun 1702 M. Manaqib (riwayat hidup) Syaikh Saman banyak
dibaca orang yang mengharap berkah. Manaqib itu ditulis oleh Syaikh Siddiq
Al-Madani, murid beliau. Di situ tertulis: "barang siapa berziarah ke makam
Rasullah tanpa meminta izin kepada Syaikh Saman ziarahnya sia-sia." (Ini contoh
kebatilan yang nyata, pen). Juga disebutkan: "Siapa yang menyeru nama Syaikh
tiga kali, hilang kesedihannya. Siapa yang makan-makanannya masuk surga. Siapa
yang berziarah ke makamnya serta membaca doa-doa untuknya, diampuni dosanya."
(ini benar-benar mengada-ada atas nama agama, na'udzubillahi min dzaalik, pen).
Tarikat Saman sekarang menjadi tari Seudati di Aceh. Zikir Saman mulanya hampir
sama dengan zikir-zikir yang lain. Namun kemudian berkembang menjadi zikir yang
ekstrim.
Tarikat
SanusiahTarikat yang
didirikan oleh Syaikh Muhammad bin Ali As-Sanusi, tahun 1837, di Aljazair,
meninggal dunia tahun 1957. Pusat tarikat ini di Libia.
Tarikat
SiddiqiahAsal-usul tarikat
ini tidak begitu jelas, dan tidak terdapat di negara-negara lain. Muncul dan
berkembang di Jombang, Jawa Timur, dimulai oleh kegiatan Kiyai Mukhtar Mukti
yang mendirikan tarikat ini tahun 1953.
Tarikat
SyattariahTarikat yang
dibangun oleh Syaikh Abdullah Syattari di India. Tarikat ini di Jawa masih ada,
misalnya di sekitar Madiun. Di Aceh dulu mengalami puncaknya di zaman Sultanah
(Ratu) Safiatuddin. Tarikat ini dibawa oleh Syaikh Abdurra'uf Sinkil yang
kemudian bergelar Syiah Kuala.
Tarikat
SyaziliahTarikat yang
didirikan oleh Ali As-Syazili, terdapat di Afrika Utara, dan Arab, juga
Indonesia, walaupun tidak luas tersebarnya dan pengaruhnya relatif
kecil.
Tarikat
TijaniahTarikat yang
didirikan oleh Ahmad At-Tijani. Tarikat ini dengan cepat meluas di Afrika Barat
dan di negara-negara lain, antaranya Indonesia. Di Afrika tarikat ini telah
banyak yang mengislamkan orang-orang Negro. (Ahmad At-Tijani ini mengaku dirinya
adalah al-qothbul maktum yang menjadi perantara/ penengah antara semua anbiya'
(para nabi) dan auliya' (para wali). Lihat Ilat Tashawwuf ya 'Ibadallah oleh Abu
Bakar Jabir Al-Jazairi, Jam'iyyah Ihyait Turats al-Islami, hal 42, pen).
Tarikat
WahidiahTarikat yang ini
didirikan oleh Kyai Majid Ma`ruf di Kedonglo, Kediri (Jawa Timur), 1963.
Teoritis tarikat ini terbuka sifatnya, karena orang tidak usah mengucapkan
sumpah untuk menjadi anggota: siapa saja yang mengamalkan zikir salawat wahidiah
sudah dianggap sebagai anggota.
Motivasi
mendirikan tarikat ini adalah meningkatkan ketaatan orang Islam kepada
perintah-perintah agama. Pendirinya menganggap masyarakat Jawa dewasa ini
mengalami kekosongan agama dan kejiwaan. Itulah sebabnya ia mengajak masyarakat
Islam agar meningkatkan ketakwaannya kepada Tuhan dengan setiap kali
mengucapkan zikir "fafirruu ilallaah", artinya: "marilah kita kembali ke jalan
Allah."
Begitulah
beberapa tarikat dari buku Leksikon Islam 2.
Bantahan terhadap
Tarikat
Ulama dan
ilmuwan Indonesia yang gigih meluruskan bahkan membantah keras tentang tarekat
di antaranya HSA Al-Hamdani dari Pekalongan Jawa Tengah dengan bukunya Bantahan
Singkat terhadap Kelantjangan Pembela Tashawuf dan Tarekat, 1972;
Sorotan-sorotan terhadap Kitab-kitab Wirid -Dzikir- Hizb Doa dan Sholawat; juga
Sanggahan terhadap Tashawuf dan Ahli Shufi dan Sorotan terhadap Kissah Maulid,
Nishfu Sya'ban, manakib Sjaich AK Djailany. Sanggahan lain juga ditulis oleh
Drs Yunasril Ali, dengan judul Membersihkan Tashawwuf dari Syirik, Bid'ah, dan
Khurafat. Sedang Abdul Qadir Jaelani da'i dari Bogor Jawa Barat menulis bantahan
dengan judul Koreksi terhadap Tasawuf. Juga bantahan-batahan yang ditulis dalam
tanya jawab, misalnya oleh Ustadz Umar Hubeis dalam kitabnya, Fatawa
dll.
Berikut
ini kami kutip sebagian bantahan Drs Yunasril Ali, kemudian HSA Al-Hamdany.
Sedang bantahan dari kitab-kitab Arab banyak pula, namun karena masalah tarekat
ini orang Indonesia juga ikut-ikut mendirikannya (menciptakannya) bahkan
mengorganisasikannya, maka kami kemukakan bantahan dari ulama dan ilmuwan
Indonesia.
Drs
Yunasril Ali dalam bukunya Membersihkan Tashawwuf dari Syirik, Bid'ah, dan
Khurafat menjelaskan, masing-masing tarekat itu merumuskan amalan-amalannya
sendiri-sendiri, sehingga antara satu dengan yang lain saling berbeda cara
amaliahnya. Namun demikian amaliah yang berbeda-beda itu semuanya mereka
nisbahkan kepada dua sahabat besar: Ali bin Abi Thalib dan Abu Bakar Shiddiq.
Entah mana yang benar di antara tarekat-tarekat itu yang berasal dari Ali dan
Abu Bakar, wallahu a'lam.
Dasar
mereka mendirikan tarekat ialah:
1.
Firman Allah SWT: Artinya: "Dan bahwasanya jikalau mereka
tetap berjalan lurus di atas jalan itu, benar-benar Kami akan memberi minum
mereka dengan air yang segar. " (QS Al-Jinn/ 72:16).
2.
Firman Allah SWT: Artinya: "Maka barangsiapa yang ingin
berjumpa dengan Allah, hendaklah ia mengerjakan amal shalih dan janganlah ia
mempersekutukan siapa pun dalam beribadah kepada Tuhan." (QS Al-Kahfi/
18:110).
3.
Hadits:Qoola
'Aliyyubnu Abii Thoolib: Qultu: Yaa Rasuulallaah, ayyut thoriiqoti aqrobu
ilallooh? Faqoola Rasuulullaahi SAW: Dzikrulloohi.
Artinya:
Ali bin Abi Thalib berkata: saya bertanya: Ya Rasulallah,
"Manakah tarekat yang sedekat-dekatnya mencapai Tuhan? Maka Rasulullah SAW
menjawab, "dzikir kepada Allah." (Dr Mustafazahri, Kunci Memahami
Tasawwuf, halaman 87, seperti dikutip Drs Yunasril Ali halaman 54).
Koreksi
(dari Drs Yunasril Ali): Di dalam Al-Quran didapati kata "thariqah" dan
musytaqnya (pecahan kata yang berasal darinya) di sembilan tempat
yaitu:
1. firman
Allah SWT: Artinya: "Mereka berkata: hai kaum kami,
sesungguhnya kami mendengar kitab (Al-Quran) yang telah diturunkan sesudah
Musa, yang membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya lagi memimpin kepada
kebenaran dan kepada jalan yang lurus." (QS Al-Ahqaaf/
46:30).
2. Firman
Allah SWT: Artinya: "Sesungguhnya orang-orang yang kafir
dan melakukan kedhaliman, Allah sekali-kali tidak akan mengampuni (dosa-dosa)
mereka dan tidaklah akan menunjukkan jalan kepada mereka." (QS An-Nisaa/
4:168).
3. Firman
Allah SWT (sambungan ayat no.2): Artinya: "Kecuali jalan
ke neraka jahannam; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Dan yang demikian
itu adalah mudah bagi Allah". (QS An-Nisaa'/ 4:169).
4. Firman
Allah SWT: Artinya: "Kami lebih mengetahui apa yang
mereka katakan, ketika berkata orang yang paling lurus jalannya di antara
mereka!" Kamu tidak berdiam (di dunia) melainkan sehari saja." (QS Thaha/
20:104).
5. Firman
Allah SWT: Artinya: "Dan sesungguhnya telah Kami wahyukan
kepada Musa: "Pergilah kamu dengan hamba-hambaKu (Bani Israel) di malam hari,
maka bikinlah untuk mereka [1]jalan[1] yang kering di laut itu, kamu tidak usah
khawatir akan tersusul dan tidak usah takut (akan tenggelam)." (QS Thah/
20:77).
6. Firman
Allah SWT: Artinya: "Mereka berkata: "Sesungguhnya dua
orang ini adalah benar-benar ahli sihir yang hendak mengusir kamu dari negeri
kamu dengan sihirnya dan hendak melenyapkan kedudukan kamu yang utama." (QS
Thaha/ 20:63).
7. Firman
Allah SWT: Artinya: "Dan bahwasanya jikalau mereka tetap
berjalan lurus di atas jalan itu benar-benar Kami akan memberi minum mereka
dengan air yang segar." (QS Al-Jinn/ 72:16).
8. Firman
Allah SWT: Artinya: "Dan sesungguhnya Kami telah
menciptakan di atas kamu tujuh buah jalan (tujuh langit); dan Kami tidaklah
lengah terhadap ciptaan (Kami)". (QS Al-Mu'minuun/
23:17).
9. Dan
Firman Allah SWT: Artinya: "Dan sesungguhnya di antara
Kami ada orang-orang yang shalih dan di antara Kami ada pula orang yang tidak
demikian halnya. Adalah kami menempuh jalan yang berbeda-beda." (QS Al-Jinn/
72:11).
Demikianlah penulis kutip di sini 9 buah kata "thariqah" dan musytaqnya
yang terdapat dalam kitab suci Al-Quran. Tidak satupun yang menunjukkan kepada
tarekat yang dipropagandakan oleh penganutnya, yang mereka berdzikir tanpa
sadar diri dan tidak pula ingat kepada Tuhan lagi.
Untuk
lebih jelas, penulis kemukakan arti thoriqoh dalam ayat-ayat di atas dengan
mengutipnya dari tafsir-tafsir yang mu'tabar, sebagai berikut:
1. Kata
"thariqin" dalam surat al-Ahqaf ayat 30 artinya ialah "Agama Islam" (Al-Qasimy,
Tafsir Mahasinut Ta'wil, juz XV hal. 94). 2. Kata "thariqon" dalam surat
An-Nisaa' ayat 168 artinya ialah "satu jalan dari jalan-jalan menuju jahannam".
(Al-Jalalain, Tafsir Al-Quranil Kariem, juz I, hal. 94). 3. Kata "thoriqo
jahannam" dalam Surat An-Nisaa' ayat 169 artinya ialah "jalan yang menyampaikan
orang menuju jahannam". (ibid). 4. Kata "thoriqoh" dalam Surat Thaha ayat 104
artinya ialah "jalan" (ibid, juz II, hal 26). Ada pula ahli tafsir yang
mengatakan "jalan yang lurus" di sini ialah orang yang agak lurus pikirannya
atau amalnya di antara orang-orang yang berdosa itu.
(Departemen Agama
RI, Al-Quran dan Terjemahnya, note hal. 488).
5. Kata
"thoriqon" dalam S Thaha ayat 77 berarti "Allah mengeringkan bumi sebagai jalan
bagi Musa dan kaumnya." (Al-Jalalain, opcit, juz II, hal. 24). 6. Kata
"thoriqoh" dalam S Thaha ayat 63 ada yang mengartikannya dengan "keyakinan
(agama)" (Departemen Agama RI, Opcit, hal. 482). Dan ada pula yang
menafsirkannya dengan "Bani Israel". (Az-Zamakhsyary, Tafsir Al-Kassyaf, Jilid
II, hal. 543). 7. Kata "thoriqoh" dalam S Al-Jinn ayat 16 artinya "jalan
kebenaran dan keadilan". (Al-Qasimi, Tafsir Mahasinut Ta'wil, juz XVI, hal.
5950). 8. Kata "thoroiq" dalam surat al-Mu'minun ayat 17 artinya "langit",
thoroiq kata jama' dari thoriqoh, karena dia adalah jalan-jalan malaikat."
(Al-Jalalain, opcit, juz II, hal. 45). 9. Kata "thoroiq" dalam S Al-Jinn ayat
11 artinya "Golongan yang berbeda pendapat di kalangan muslimin dan kafir."
(ibid, hal. 240).
Inilah
artinya kata "thoriqoh" dan musytaqnya yang ada dalam Al-Quran. Tidak satupun
dari kata-kata itu yang menunjukkan metode ibadah dalam tasawwuf. Memang ada
thoriqoh yang berarti golongan-golongan di kalangan kaum muslimin, tetapi
maksudnya ialah golongan yang berbeda pendapat dalam menafsirkan Al-Quran dan
Al-Hadits. Bukan golongan yang membuat-buat tarekat tertentu yang dihasilkan
oleh renungan guru.
Kalaulah
benar bahwa yang dimaskud dengan tariqat di dalam ayat-ayat itu ialah penjelasan
dari Al-Quran dan As-Sunnah yang secara langsung dituntunkan dan dipraktekkan
oleh seorang guru kepada muridnya, seperti menuntun bagaimana cara berdiri betul
dalam shalat, bagaimana cara takbir, ruku', sujud, duduk antara dua sujud, duduk
tahiyyat, cara membaca bacaan-bacan shalat, dan lain-lain; sesuai dengan cara
yang ditentukan oleh Rasul SAW. kepada para shahabatnya, maka tarekat seperti
ini dapat penulis terima, karena tarekat ini adalah sebahagian dari as-sunnah,
yang disebut dengan sunnah fi'liyah. Jadi tarekat dalam pengertian seperti ini
termasuk sunnah. Dan memang tarekat (sunnah fi'liyah) yang seperti inilah yang
disuruh dalam mengajarkan agama. Rasulullah SAW pernah membimbing seorang Badwi
dalam pelaksanaan shalat, karena orang Badwi tersebut belum tepat cara ia
melaksanakan shalat. (Lihat Ibnu Qudamah Al-Maqdisi, al-Muharrar, hal.
42).
Adapun
membuat-buat ibadah dengan cara baru, lantas dinamakan tarekat, ini bid'ah.
Contohnya ialah seperti mengadakan dzikir lisan, dzikir qolbu dan dzikir sirr;
semuanya itu tidak pernah ada diriwayatkan dari Rasul SAW. atau dari para
shahabat beliau. Jadi perbuatan ibadat seperti itu adalah bid'ah yang
dibuat-buat oleh para penganut tarekat untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Padahal agama Islam, baik aqidah maupun tatacara ibadatnya sudah sempurna, tidak
usah ditambah-tambah. (Drs Yunasril Ali, Membersihkan Tasawwuf dari Syirik,
Bid'ah, dan Khurafat, Pedoman Ilmu Jaya, Jakarta, cet. III 1992, hal.
53-59).
Bantahan terhadap tarekat
dalam polemik
Bantahan
terhadap tarekat lainnya, bisa disimak polemik antara HSA Al-Hamdani dengan
doktor (thabib) Rohani Sjech H Djalaluddin Ketua Umum seumur hidup Pengurus
Besar PPTI di Medan.
HSA
Al-Hamdani membantah orang yang menjadikan Surat Al-Fajr ayat 28 sebagai
landasan tarekat sebagai berikut:
"...Anda
(Thabib-Rohani Djamaluddin) antara lain menulis: Arti ma'na Tharekat pada istilah (adalah) perjalanan
rohani (nurani, jiwa, hati robani)
berjalan mencari Allah. Perjalanan yang bertingkat-tingkat dari satu tingkat
demi satu tingkat, hingga ia bertemu
Allah. Lihatlah QS al-Fajari ayat no. 28; maksudnya kira-kira: kembali (pergilah, berjalanlah,
bertarekatlah kepada Tuhanmu (Allah). Kemudian Anda menulis: Mengingat ayat yang
tersebut merupakan amar wajib,
tentulah wajib bagi kita ber-Tharekat."
Komentar HSA Al-Hamdani ulama Al-Irsyad Pekalongan terhadap lawan
polemiknya, Thabib Djamaluddin, itu sebagai berikut:
Semoga
Allah mengampuni dosa anda (Thabib-Rohani Djamaluddin), karena anda telah
menafsirkan ayat Tuhan semau anda sendiri! Bacalah tafsir ayat itu menurut
rangkaian ayat sebelumnya, jangan terus mendabik dada dan berkata: Saya sudah
hafal bertahun-tahun di dalam fikiran saya di waktu saya mempertahankan tasawuf
di masa silam... dan seterusnya. Jangan anda menafsirkan se-enaknya sendiri, dan
jangan pula semau-maunya menta'wilkan arti ayat al-Quran menurut selera yang
dikehendaki nafsu anda! Sebab bisa tak keruan dan bisa runyam! Tahukah anda
bahwa ayat itu (yang anda buat dalil perintah bertarekat) adalah kelanjutan
daripada ayat yang sebelumnya yang berbunyi:
Yaa
ayyatuhan nafsul muthmainnah, irji'ii ilaa robbiki roodhiyatam mardhiyyah,
fadkhulii fii 'ibaadii wadkhulii jannatii.
Yang
artinya: Hai jiwa yang tenang (suci). Kembalilah kepada
Tuhanmu dengan hati yang puas (karena amal-amalmu yang baik semasa hidup) lagi
diridhoinya (oleh Allah). Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hambaku (yang
sholeh) dan masuklah ke dalam sorgaKu. (QS Al-Fajri).
Jelas
bahwa khitob (ajakan bicara) itu ditujukan kepada jiwa-jiwa manusia yang
sempurna imannya yang muslimin mukminin dan muttaqin pada nanti hari kiamat
kelak sebagai penghargaan Allah atas amalan mereka yang baik dan sholeh. Dan
kalau ayat itu anda katakan sebagai amar wajib bertarekat, maka wajib
bertarekatkah anda pada hari kiamat nanti untuk mencari Allah?
HSA
Hamdani melanjutkan tulisannya: Memang orang-orang ahli tharekat atau ahli shufi
suka lancang dalam menafsirkan ayat-ayat semaunya sendiri seperti yang anda
katakan: "Di Pakistan Barat dikatakan sulukan naksyabandi, unsurnya QS An-Nahl
no. 69, maksudnya kira-kira: Dan laluilah jalan (Tharekat) Allah dengan patuh.
Sedang ayat yang dimaksud artinya sebagai berikut:
Ayat 68 S
An-Nahl: Tuhanmu telah mewahyukan kepada lebah: Buatlah rumah di atas bukit dan
di atas pohon kayu dan pada apa-apa yang mereka jadikan atap.
Ayat 69:
Kemudian makanlah bermacam-macam buah-buahan dan laluilah jalan Tuhanmu, dengan
mudah akan keluar dari dalam perutnya minuman (madu) yang berlain-lainan
warnanya, untuk menyembuhkan penyakit manusia. Sesungguhnya pada yang demikian
itu menjadi keterangan (atas kekuasaan Allah) bagi kaum yang
memikirkan.
Jelas
khitob ayat itu menyatakan bahwa Allah memerintahkan kepada lebah untuk
mengikuti ilham yang diberikan oleh Allah kepadanya, sehingga lebah itu dapat
menghasilkan madu. Maka oleh anda digunakan untuk dalil tarekat? (HSA
Al-Hamdani, bantahan Singkat terhadap Kelantjangan pembela Tashawuf dan Tarekat,
Penerbit
HSA Al-Hamdani, Pekalongan, cetakan pertama, 1972, halaman 14-15).
Pertanyaan
selanjutnya, pembaca bisa mengajukan sendiri, misalnya: Kenapa tarekat-tarekat
yang ternyata tidak ada landasannya dari Al-Quran maupun al-Hadits itu justru
dihidup-hidupkan? Dan kenapa justru ada organisasi yang memayungi dengan bentuk
organisasi pula seperti tersebut di atas? Tugas para alim
ulama
--yang istiqomah mengikuti Al-Quran dan As-Sunnah-- lah untuk melanjutkan dakwah
terhadap mereka dengan hikmah dan mau'idhah hasanah, dan kalau perlu dengan
wajadilhum, yaitu mendebat mereka dengan hujjah yang lebih baik.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar