Membentengi Ummat dari
Sekulerisasi
|
Di dalam sebuah Hadits yang panjang yang
diriwayatkan oleh Al-Bukhari, Muslim, dan Abu Dawud diriwayatkan:
عن
خذيفة بن اليمن رضي الله عنه قال: كان التاس يسألون رسول الله ص م عن الخير وكنت
أسأله عن الشر مخافة أن يدركني فقلت، يا رسول الله، إنا كنا في جاهلية وشر، فجاءنا
الله بهذا الخير فهل بعد هذا الخير من شر؟ قال: نعم، وفيه دخن . قلت: وما دخنه؟
قال: قوم يهدون بغير هديي.—وفي رواية: قوم يستنون بغير سنتي ويهدون بغير هديي.--
تعرف منهم وتنكر. قلت: فهل بعد ذالك الخير من شر؟ قال: نعم، دعاة على أبواب جهنم،
من أجابهم إليها قذفوه فيها. قلت: يا رسول الله، صفهم لنا. قال: هم من جلدتنا
ويتكلمون بألسنتنا. قلت: فما تأمرني إن أدركني ذلك؟ قال: تلزم جماعة المسلمين
وإمامهم. قلت: فإن لم يكن لهم جماعة ولا إمام؟ قال: فاعتزل تلك الفرق كلها ولو أن
تعض بأصل شجرة حتى يدركك الموت وأنت على ذلك. (رواه البخاري).
Artinya:
Dari Hudzaifah bin Al-Yaman ra, ia berkata; “Adalah orang-orang bertanya kepada Rasulullah saw dari hal kebaikan, tetapi aku bertanya kepadanya dari hal kejahatan, --karena— khawatir apabila kejahatan itu akan menjangkauku, maka aku berkata: “Ya Rasulallah, sesungguhnya kami dulu dalam kejahiliyahan dan keburukan. Lalu Allah mendatangkan kebaikan ini (iman-Islam) kepada kami, maka apakah setelah kebaikan ini akan ada keburukan?”
Dari Hudzaifah bin Al-Yaman ra, ia berkata; “Adalah orang-orang bertanya kepada Rasulullah saw dari hal kebaikan, tetapi aku bertanya kepadanya dari hal kejahatan, --karena— khawatir apabila kejahatan itu akan menjangkauku, maka aku berkata: “Ya Rasulallah, sesungguhnya kami dulu dalam kejahiliyahan dan keburukan. Lalu Allah mendatangkan kebaikan ini (iman-Islam) kepada kami, maka apakah setelah kebaikan ini akan ada keburukan?”
Beliau bersabda: “Ya, “
Aku bertanya: “Dan apakah setelah keburukan itu ada kebaikan
(lagi)?”
Beliau menjawab: “Ya, dan di dalamnya ada
kekeruhan.”
Aku bertanya: “Dan apa kekeruhannya?”
Beliau menjawab: “Suatu kaum yang mengambil petunjuk
kepada selain petunjukku.”—Dan ada suatu riwayat—Suatu kaum yang mengambil
sunnah/ perbuatan kepada selain sunnahku dan mengambil petunjuk kepada selain petunjukku--. Engkau kenal mereka
itu dan engkau ingkari.”
Aku bertanya: “Maka apakah setelah kebaikan itu ada keburukan
(lagi)?”
Beliau menjawab: “Ya. Juru-juru da’wah/
penyeru-penyeru ada di atas pintu-pintu jahannam, barangsiapa yang menjawab seruan
mereka itu, maka mereka lemparkan dia ke dalam jahannam.”
Aku berkata: “Ya Rasulallah, tunjukkanlah sifat-sifat mereka
itu kepada kami.”
Beliau menjawab: “Mereka itu dari kulit kita dan mereka
berbicara dengan bahasa-bahasa kita.”
Aku bertanya: “Maka apa yang engkau perintahkan kepadaku
apabila aku menjumpai yang demikian itu?”
Beliau bersabda: “Kamu tetaplah berada di jama’ah muslimin dan
imamnya.”
Aku bertanya: “Apabila mereka (Muslimin) tidak memiliki
jama’ah dan tidak punya imam?”
Beliau bersabda: “Maka kamu singkirilah kelompok-kelompok
(firqah-firqah) itu seluruhnya walau kamu (harus) menggigit akar pohon sampai
kamu menemui kematian dan kamu (tetap) atas yang demikian itu.”[1]
Dari hadits yang panjang itu, Prof Ahmad Muhammad Jamal
(almarhum) guru besar kebudayaan Islam pada Universitas Ummul Qura Makkah,
mengutip sebagiannya, untuk dijadikan landasan dalam pendahuluan kitabnya yang
berjudul Muftaroyaat 'alal Islaam (Kebohongan-kebohongan terhadap Islam)
yang diIndonesiakan menjadi Membuka Tabir Upaya Orientalis dalam Memalsukan
Islam. Potongan Hadits yang ia kutip adalah: Bahwa sahabat Hudzaifah ibnu
Al-Yamani pernah bertanya kepada Rasulullah saw.:
"Wahai Rasulullah, apakah
sesudah kebaikan ini akan ada masa keburukan?" Jawab Rasulullah: "Ya., yaitu
munculnya kaum yang mengajak orang lain ke neraka jahannam. Barangsiapa memenuhi
ajakannya berarti telah menyiapkan dirinya untuk masuk neraka." Aku berkata:
"Terangkanlah ciri-ciri mereka itu, wahai Rasulullah!" Jawab Rasul, "Kulit
mereka sama dengan kulit kita dan mereka bicara dengan bahasa
kita."
Beliau
mengemukakan Hadits tersebut, karena menyesalkan sekali adanya orang-orang yang
bersikap kebarat-baratan justru dari kalangan kita sendiri, warna kulitnya
sejenis dengan kita, bahasanya sama dengan kita, bahkan semboyannya pun seperti
semboyan kita. Namun mereka membelakangi sumber-sumber ajaran Islam berupa
Al-Quran, Hadits, dan Sejarah Islam. Sebaliknya mereka hadapkan wajah dan hati
mereka kepada sumber-sumber Barat. Kemudian mereka menuduh dan membohongkan
Islam seperti yang diperbuat orang Barat.
Menurut Syeikh Ahmad Jamal, pengaruh itu masuk ke orang
Islam lantaran salah satu dari 3 hal:
1. Karena mereka belajar di perguruan tinggi Barat, Eropa
atau Amerika.
2. Karena mereka belajar di bawah asuhan orang-orang Barat
di perguruan tinggi di dalam negeri mereka sendiri, atau
3. Karena mereka hanya membaca sumber-sumber dari Barat di
luar tempat-tempat pendidikan formal dengan mengenyampingkan sumber-sumber
Islami, karena tidak tahu atau karena ingin menyombongkan diri, yakni menganggap
remeh terhadap sumber-sumber Islam.
Kalau sudah demikian, tanggung jawab siapa?
Kembali Syeikh Ahmad Jamal mengulasnya, bahwa itu adalah
tenggung jawab kita --ummat Islam-- juga. Kenapa? Karena, kitalah yang mengirim
mereka ke sekolah-sekolah dan perguruan tinggi Barat dengan aneka alasan.
Pengiriman mahasiswa itu tanpa membekali antisipasi untuk mencegah
keraguan-raguan yang ditanamkan guru-guru Barat, dan kita tidak menyediakan
untuk mahasiswa itu citra dan syiar Islam serta bentuk rumah tangga dan negara
yang benar-benar Islami. Hingga kita tidak bisa meluruskan mereka ketika
bengkok.
"Ya, kita mengirim mereka ke perguruan-perguruan Barat,
namun kita tidak membangun rumah Islam buat mereka yang dapat melindungi mereka
dari panah dan hembusan beracun orang-orang Barat." tulis Ahmad Muhammad Jamal.
Dengan tandas, Ustadz itu mengemukakan bahwa di samping
bahaya tersebut, masih pula kita mendatangkan tenaga-tenaga pengajar dari Barat
untuk memberikan pelajaran di perguruan-perguruan dan universitas-universitas
kita. Dapat dipastikan, tenaga-tenaga Barat itu menyampaikan
kepentingan-kepentingan mereka sebagaimana yang dilakukan rekan-rekan mereka di
negara Barat, yaitu meracuni dan menimbulkan rasa antipati terhadap
Islam.
Faktor-faktor itu masih pula ditambah dengan kesalahan
kita yaitu membuka pintu lebar-lebar untuk penyebaran kebudayaan Barat, sehingga
orang kita begitu saja membenarkan apa-apa yang datang dari Barat dan
menerimanya bula-bulat.
Akibat dari itu semua, Ustadz Ahmad Muhammad Jamal (68th)
yang wafat di Kairo Mesir pada Hari Arafah 1413H itu mengemukakan peringatan
yang cukup tandas:
"Dengan terjadinya hal-hal semacam itu maka juru da'wah
Islam hanya dapat berteriak di lembah sunyi dan di padang yang lengang, bahkan
mereka hanya dapat membacakan do'a kepada ahli kubur. Hanya sedikit pemuda
Muslim yang diselamatkan oleh Allah. Yang sedikit inipun selalu dihalang-halangi
kelompok jahat yang mayoritas itu dengan berbagai jalan. Setiap orang beriman
ditekan, diintimidasi dan dirintangi dari menjalankan agama Alah."
Menghancurkan Hukum Islam dan
sistem Islam
Upaya Barat untuk menghancurkan Islam --setelah selama 6
abad orang Barat belajar kepada kaum Muslimin-- mula-mula yang dihancurkan
adalah hukum Islam. Hukum atau syari'at Islam telah berlangsung dan diterapkan
sejak kepemimpinan Nabi Muhammad SAW sampai berkembangnya Islam ke berbagai
negara di zaman kekhalifahan ataupun kesultanan.
Pada masa pemekaran Islam ke berbagai negara pada abad
ketujuh, delapan, dan kesembilan Masehi, Hukum Positif Romawi mulai jatuh dan
dilupakan orang, sejak munculnya Justinius pada abad keenam Masehi. Hukum
positif itu tidak bisa diberlakukan lagi berabad-abad, kecuali pada abad ke
sebelas oleh seorang murid yang sempat belajar hukum Islam di Andalus, yaitu
Paus Jerbart seorang Prancis yang dikenal dengan nama Silvestre II (1024M). Ia
menjadi murid orang-orang Islam Andalusia abad 11, kemudian kembali ke Prancis
dan mengkaji hukum positif Romawi dengan memasukkan unsur-unsur syari'at Islam
yang telah ia terima. Tetapi Paus Silvestre dan lainnya tidak berani
mempublikasikan ajaran yang membawa pengaruh syari'at Islam itu di depan Gereja.
Kemudian hukum positif Romawi yang dibawa oleh Paus dapat diterima oleh Gereja
sebagai perkembangan hukum yang terselubung. [2]
Pada periode berikutnya, hukum Islam yang telah
diberlakukan di berbagai negeri itu kemudian dipreteli (dilepas) diganti dengan
hukum positif. Di saat hampir saja Inggris menduduki India (plus Pakistan dan
Bangladesh) tahun 1791, Inggris sudah mengadakan gerakan untuk membatalkan
syari'at Islam, kemudian orang Islam di sana mulai didesak untuk meninggalkan
ajarannya dan menjalankan hukum mereka. Terjepitlah syari'at Islam pada saat
itu, dan perstiwa inilah sebagai awal kemerosotan dunia Islam secara
umum.
Di belahan lain di Mesir, berlangsung pula revolusi Prancis
yang dipimpin oleh Napoleon Bonaparte hingga tahun 1798. Tiga tahun setelahnya
(1801M) mereka keluar dari Mesir setelah di belakang mereka telah disiapkan
adanya sejumlah pendukung, percetakan-percetakan dan pemuka-pemukanya termasuk
para pemikirnya yang nantinya siap untuk menghembuskan pergolakan pemikiran yang
"cemerlang", seperti Muhammad Ali Basya yang menjadi agen Prancis dan mendapat
dukungan dari semua warganya kecuali Raja Fuad (rahimahullah) hingga akhirnya
Mesir menjadi negara bagian dari Eropa.
Gerakan mereka tidak lain hanyalah perlawanan terhadap kaum
Muslimin di Jazirah Arab dan sebagai barisan oposisi gerakan pembaharuan
Wahabi.
Adapun dengan Inggris dan Prancis mereka adalah
agen-agennya, baik secara moral maupun intelektual. Di kalangan warga negaranya,
Muhammad Ali Basya mewajibkan mereka untuk melaksanakan hukum Prancis pada th
1883, di Mesir. Dan ia mendirikan Mahkamah National sesuai dengan hukum Prancis.
Tetapi setelah ia merasakan bahwa hukum itu kurang efektif dicabutlah dan
diganti dengan hukum Belgia pada tahun 1887, dan setelah ia merasakan bahwa hal
itu juga kurang efektif dicabutnya lagi dan diganti dengan hukum Itali pada
tahun 1899, begitu seterusnya hingga dibentuk hukum positif Inggris yang berlaku
untuk orang-orang Muslim India dan Sudan. Dan itulah yang menjadi hukum permanen
di Mesir sebagaimana juga di empat bagian negara Eropa lainnya. Akan tetapi
setelah Britania (Inggris) mulai melemah di Mesir, ditetapkan hukum Eropa di
setiap lembaga pemerintahan di sana.
Kemudian pengaruh-pengaruh Barat menyeruak ke seluruh
daerah-daerah besar lainnya sampai di Turki Utsmani.
Bangkitlah Kamal Ataturk pada tahun 1924M dan meruntuhkan
kekhalifahan dan ia mengeluarkan momentum untuk menghapus Islam dengan segala
bentuknya dan menegaskan agar seluruh manusia dapat meninggalkan aqidah dan
syari'ah Islam.
Di sisi pemikiran lain, muncul dari kelompok mereka, Syeikh
Ali Abdul Razik (Mesir), ia termasuk barisan partai Hizbul Ahrar Ad-Dusturiin
dan pernah meninggalkan Hizbul Ummah (partai Inggris). Ia mempromosikan bukunya
Al-Islam wa Ushulul Hukmi. [3]
Penyelewengan pemikiran
dalam buku Ali Abdul Raziq
di antaranya:
di antaranya:
1. Bahwa Syeikh Ali
telah menjadikan syari'at Islam sebagai syari'at rohani semata-mata, tidak ada
hubungannya dengan pemerintah dan pelaksanaan hukum dalam urusan
duniawi.
2. Berkenaan dengan anggapannya bahwa agama tidak melarang
perang jihad Nabi saw. demi mendapatkan kerajaan, bukan dalam rangka fi
sabilillah, dan bukan untuk menyampaikan da'wah kepada seluruh alam.
Dia (Ali Abdul Raziq) menulis: ". dan jelaslah sejak
pertama bahwa jihad itu tidak semata-mata untuk da'wah agama dan tidak untuk
menganjurkan orang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya."
3. Bahwa tatanan hukum di zaman Nabi saw. tidak jelas,
meragukan, tidak stabil, tidak sempurna dan menimbulkan berbagai tanda
tanya.
Katanya: "Sebenarnya kewalian Muhammad saw. atas segenap
kaum mu'minin itu ialah wilayah risalah, tidak bercampur sedikitpun dengan hukum
pemerintahan."
Menurut sidang para ulama Al-Azhar yang menghakimi Syeikh
Ali Abdul Raziq, cara yang ditempuh Syeikh Ali itu berbahaya, karena ia ingin
melucuti Nabi saw. dari hukum pemerintahan. Sudah tentu anggapan Syeikh Ali itu
bertentangan dengan bunyi tegas Al-Quranul Kariem yang menyatakan:
"Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu
dengan (membawa) kebenaran, supaya engkau menghukum antara manusia dengan apa
yang diperlihatkan (diturunkan) Allah kepadamu itu." (An-Nisaa':
105).
4. Berkenaan dengan
anggapannya bahwa tugas Nabi hanya menyampaikan syari'at lepas dari hukum
pemerintahan dan pelaksanaannya.
Kalau anggapan itu benar tentunya ia merupakan penolakan
terhadap semua ayat-ayat tentang pemerintahan hukum yang banyak terdapat di
Al-Quran. Dan bertentangan juga dengan Sunnah Rasul saw. yang jelas dan tegas.
Masih banyak lagi penyimpangan pemikiran Ali Abdul Raziq,
hingga ia diputuskan oleh forum alim ulama Al-Azhar dengan memecatnya dan
mengeluarkan dari barisan ulama al-Azhar. Keputusan pemecatan itu dikeluarkan
dalam persidangan terhadap Syeikh Ali Abdul Raziq yang dipimpin Abul Fadhal
Al-Jizawi dengan anggota 24 ulama Al-Azhar tanggal 22 Muharram1344H/ 12 Agustus
1925M.
Ternyata harian "Leverpool Post" dari Inggris mengungkapkan
keburukan dan kejahatan yang diatur oleh penjajah Inggris, dengan menggunakan
Ali Abdul Raziq sebagai alat pelaksanaannya, dibantu oleh segerombolan orang
dari Partai Hizbul Ahrar Ad-Dusturiin. Berita itu dimuat 13 Agustus
1925.[4]
Ummat
kebingungan
Sejak terjadinya pemisahan antara penguasa dengan
sumber-sumber hukum Islam di kalangan ummat Islam, di mana manusia merasa
kebingungan karena diombang-ambingkan oleh hawa nafsunya; para ulama pun sudah
tak mau peduli. Masing-masing sudah sibuk dengan urusannya sendiri dan mereka
pandang itulah yang lebih aman dan selamat.
Ketika terjadi kebangkitan Eropa baru, kondisi ummat sama
sekali sudah tidak memiliki unsur-unsur kekuatan yang hakiki. Sebut saja
akidahnya lemah dan tidak jelas lagi arahnya. Keyakinannya tidak mantap,
akhlaqnya merosot, komitmennya hampir tak ada sama sekali. Pemikirannya jumud
(beku), ijtihadnya macet total, kefaqihannya (kefahamannnya terhadap Islam)
hilang, bid'ah merajalela, sunnah sudah diabaikan, kesadarannya menipis,
sampai-sampai yang namanya ummat tidak seperti ummat lagi. Maka orang Barat
mengeksploitasi kesempatan tersebut dengan menjajah dan menguasai berbagai
negeri dan menghabisi sisa-sisa unsur kekuatan pribadi ummat sampai keadaannya
seperti apa yang kita rasakan sekarang. Penuh kehinaan tanpa memiliki wibawa
sama sekali. Segala urusan kita berada di tangan musuh, dan nasib kita
ditentukan oleh mereka para penjajah itu. Akhirnya kita minta bantuan kepada
mereka untuk menyelesaikan segala problem yang timbulnya dari pribadi kita
sendiri. [5]
Para penjajah benar-benar memahami karakteristik ummat
yang dijajahnya (yang keadaannya telah carut marut itu). Mereka memfokuskan
perhatian pada pembentukan program pengajaran dan lembaga-lembaganya, dengan
harapan dapat mengubah pemikiran-pemikiran kaum Muslimin sehingga siap untuk
menerima pemikiran-pemikiran alam baru dan berusaha menyelaraskannya.
Para penjajah kafir tersebut beranggapan bahwa penerimaan
kaum Muslimin terhadap realitas yang baru dapat mendorong mereka untuk mencapai
kemajuan.
Hal itu mereka analogikan pada negara-negara Eropa yang
tidak merencanakan programnya yang benar-benar mantap untuk mencapai suatu
peradaban kecuali setelah melepaskan agamanya dan bebas dari belenggu gereja.
Menurut mereka, semua agama hanya merupakan lembaga serta penghalang untuk
mencapai tujuan.
Allah SWT berfirman:
كبرت
.......... إلا
كذبا
"Alangkah jeleknya kata-kata yang keluar dari mulut
mereka, mereka tidak mengatakan (sesuatu) kecualidusta." (Al-Kahfi:
5).
Tuduhan-tuduhan mereka itu memang benar untuk agama
mereka, namun sangat jauh untuk dikatakan benar terhadap dien Al-Islam. Karena,
dengan Islam itu Allah menghendaki agar manusia hidup bahagia dan terwujud
segala keinginannya.[6]
Penjajah menekan sistem
pengajaran Islam
Dalam rangka usaha untuk memisahkan ummat dari eksistensi
dan kehidupannya yang Islami, para penjajah kafir melakukan tekanan-tekanan dan
hambatan terhadap sistem pengajaran Islam. Mereka juga menghembuskan
pemikiran-pemikiran yang dapat merendahkan kedudukan dan menghina
pelajar-pelajaran Islam.
Sebagai kebalikannya, mereka memperhatikan dan membantu
murid-murid yang memasuki sekolah-sekolah baru tempat pendidikan mereka
(penjajah). Di hadapan mereka dihadapkan pintu masa depan yang gilang-gemilang
dan akhirnya posisi kepemimpinan ummat menjadi tergantung kepada mereka (yang
diasuh penjajah itu, pen).
Begitulah tekanan-tekanan yang dilancarkan terhadap sistem
pendidikan Islam dan bahasa Arab. Semua jalan yang menuju ke sana tertutup
rapat. Murid-murid yang tetap tekun hanyalah sebagian kecil saja. Biasanya
mereka banyak menghadapi tekanan tekanan yang seringkali mengakibatkan mereka
berhenti dan macet di tengah jalan. Kalau tidak, maka mereka dihadapkan pada
perlakuan yang berbeda, dengan para lulusan sekolah mereka (penjajah).[7]
Sistem itu masih dilanjutkan pula oleh pemerintahan baru
setelah lepas dari jajahan. Walaupun para pemegang tampuk pemerintahan (baru
yang sudah merdeka) mengaku dirinya Muslim, namun cara-cara penjajah tetap
diterapkan bahkan lebih intensip. Baik itu mengenai sistem hukum/ peradilan dan
pemerintahan, maupun sistem pendidikan dan penerimaan pegawai. Istilah lokal
Jawa, Londo Ireng (Belanda Hitam alias pribumi, namun kejamnya dan
liciknya dalam penerapan kekafiran lebih Belanda /lebih menjajah dibanding
Belanda penjajah).
Akibatnya, di samping yang mendapatkan kesempatan memimpin
itu orang-orang yang tidak tahu Islam karena pendidikannya ala kafirin, masih
pula sikap mereka pun sudah menjadi orang yang sekuler tulen, dalam bentuk
keturunan orang Islam. Pola pikirnya sekuler, gaya hidupnya sekuler, pergaulan
hidupnya sekuler, penerapan hukum dan pembelaannya ke arah sekuler, anti
Islam.
Membentengi ummat dari
sekulerisasi dan penyimpangan pemikiran
Tiba gilirannya, kita harus memikirkan, bagaimana
membentengi ummat dari penyimpangan pemikiran, dari sekulerisasi dan
penjerumusan ke arah kekafiran yang dilancarkan oleh musuh-musuh Islam secara
beramai-ramai, walau mereka ada yang mengaku dirinya Muslim.
Ibarat satu kampung, keadaannya sudah ditenggelamkan dalam
air seperti kampung-kampung di sekitar Waduk Kedung Ombo di Sragen-Boyolali Jawa
Tengah di saat ada pemaksaan dari pemerintahan Orde Baru selama 32 tahun
(1966-1997) pimpinan Soeharto tempo hari. Hanya saja penenggelaman dalam
pembahasan ini adalah dari segi sistem hukum, sistem pendidikan, dan
kebijakan-kebijakan yang menyingkirkan Islam. Maka yang masih tersisa tinggallah
yang diselamatkan oleh Allah SWT.
Setelah tenggelam dalam pola pikir yang sekuler, yang tak
Islami, lalu harus dibentengi dengan cara bagaimana?
Secara teori, kita harus menyingkirkan segala pemikiran
yang tak sesuai dengan Islam. Ibarat air yang telah menggenangi, maka harus
ditawu, dipompa untuk dibuang, dan dikuras. Jadi pola pikir sekuler itu
harus dikikis, bahkan diperangi agar terkikis habis. Setelah itu diisi dengan
pola pikir yang Islami.
Caranya?
Secara teori, sistem hukum dan sistem pendidikan harus
dikembalikan ke Islam.
Caranya?
Para pemegang kekuasaan bidang hukum dan pendidikan terdiri
dari orang-orang yang berpola pikir Islami. Tetapi itu hanya bisa ditempuh bila
pemegang kendali kekuasaan adalah orang-orang yang berpola pikir
Islami.
Untuk mencapai itu, mesti diadakan pendidikan yang
intensip, yang secara herargis mencapai tingkatan sampai tinggi dan tetap punya
komitmen yang tinggi terhadap pola pemikiran yang Islami.
Bukankah nantinya tetap kalah dalam bersaing, karena
sistemnya tidak memungkinkan untuk merebut pasar kedudukan?
Di balik upaya manusia, dalam menegakkan kebenaran ini ada
dukungan Allah SWT.
يأيها الذين أمنوا إن تنصروا الله ينصركم ويثبت أقدامكم.
"Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama)
Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu." (QS
Muhammad/ 47:7).
Itu jaminan Allah
SWT.
Di balik itu pula, Nabi SAW bersabda :
لينقضن عرا الإسلام عروة عروة
فكلما انتقضت عروة تشبث الناس بالتي تليها وأولهن نقضا الحكم وأخرهن الصلاة. (رواه
أحمد).
“Tali-tali Islam pasti akan putus satu tali demi satu
tali. Maka setiapkali putus satu tali (lalu) manusia bergantung dengan tali yang
berikutnya. Dan tali Islam yang pertama kali putus adalah hukum(nya), sedang
yang terakhir (putus) adalah shalat.” [8]
Tali-tali hukum Islam ternyata telah diputus-putus oleh
penjajah dan dilanjutkan oleh pemerintah pengganti penjajah, dan para tokoh
maupun ilmuwan sekuler, musuh Islam, anti Islam, atau yang alergi Islam.
Demikian pula tali-tali sistem pendidikan. Bahkan sistem budaya pula, mereka
habisi dari Islam.
Kini hal yang jelas belum diputus adalah shalat (kecuali
oleh kelompok sesat yang tak mewajibkan shalat, misalnya kelompok Isa Bugis
ataupun Az-Zaitun yang punya sekolahan/ pesantren megah di Indramayu Jawa Barat
yang tidak mewajibkan shalat, yang berarti telah menggerogoti Islam sampai batas
terakhir), maka kita kembalikan apa yang putus-putus itu dengan membangun
kembali shalat kita, dengan berjama'ah ke masjid-masjid dan meningkatkan
kekhusyu'an. Dari situ, akan terbina insan-insan Muslim yang tangguh, yang mampu
mengendalikan dirinya dari fahsya' (kekejian) dan munkar. Karena Allah
SWT berfirman:
إن
الصلاة تنهى عن الفحشاء والمنكر. (العنكبوت:
45).
"Sesungguhnya shalat itu mencegah dari
(perbuatan-perbuatan) keji dan munkar". (QS Al-’Ankabuut
29:45).
Terwujudnya masyarakat yang bisa terhindar dari fahsya’
dan munkar itu hanyalah kalau diselenggarakan shalat berjama’ah di setiap
kampung dan pemukiman, atau di mana saja Ummat Islam berada. Sebab, tanpa
diselenggarakan shalat berjama’ah, maka Nabi saw memastikan masyarakat itu pasti
dikuasai oleh syetan. Nabi saw bersabda:
ما من ثلاثة في قرية ولا بدو لا تقام فيهم صلاة الجماعة إلا استحوذ عليهم الشيطان
فعليكم بالجماعة، فإنما يأكل الذئب من الغنم القاصية.
“Tidaklah dari tiga
orang di dalam suatu desa dan tidak pula di pedusunan yang tidak didirikan di
kalangan mereka itu shalat berjama’ah kecuali terhadap mereka itu syetan
menguasainya. Maka wajib atas kalian berjama’ah, maka sesungguhnya serigala itu
hanya memakan kambing yang terpencil (dari kawannya).” [9]
Masyarakat Muslim yang
aktif melaksanakan shalat berjama’ah insya Allah tidak dikuasai syetan, dan
mereka itulah yang insya Allah mampu menghindarkan diri dari perbuatan fakhsya’
dan munkar. Sebaliknya, masyarakat yang tidak menegakkan shalat berjama’ah maka
sudah dijelaskan oleh Nabi saw, pasti mereka dikuasai oleh syetan. Itu kalau
tingkat kampung atau pedusunan. Lha kalau tingkatnya itu nasional, satu bangsa,
yang jumlahnya 200 juta jiwa lebih, dan mayoritas/ kebanyakan mengaku dirinya
Muslim, lantas mereka tidak aktif berjama’ah shalat di masjid-masjid dan
mushalla, maka mafhum mukhalafah (pengertian tersirat) dari Hadits
tersebut adalah: masyarakat itu bisa-bisa dikuasai oleh raja syetan (bukan
sekadar syetan desa). Sedang syetan itu menurut Al-Qur’an ada yang dari jenis
jin dan ada yang dari jenis manusia. Masih mending kalau dari jenis jin kafir,
apabila dibacakan ayat kursi dan lain-lain maka pasti takut. Tetapi kalau syetan
yang dari jenis manusia, walaupun dibacakan surat kursi tetap saja mendenges
(tidak mempan), tidak takut. Maka ada perintah jihad memerangi orang kafir,
musyrik, murtad, orang sekuler (sebab menurut Syeikh Muhammad Al-Ghazali Mesir,
orang sekuler itu hukumnya murtad), dan munafiq; soalnya mereka tidak mempan
dengan bacaan-bacaan berupa ayat-ayat yang ditakuti oleh syetan. Jadi harus
dilawan dengan jihad.
Masyarakat Islam yang taat berjama’ah shalat itulah yang
sanggup berjihad melawan syetan-syetan berupa manusia. Dan dari situlah tercipta
masyarakat Islam yang utuh, yakni secara rohani mereka sanggup mencegah diri
dari fahsya’ dan munkar, sedang dari segi fisik mereka sanggup berjihad untuk
meninggikan kalimah Allah SWT, melawan manusia-manusia kafir, durjana, munafik,
musyrik, ataupun murtad.
Dengan tumbuhnya sosok-sosok pribadi muslimin yang mampu
mengendalikan diri dari fahsya' dan munkar dan berani berjihad itulah
maka mereka akan memiliki bashirah (pandangan hati) yang tajam, yang
mampu membedakan mana yang haq dan mana yang bathil. Hanya saja semua itu harus
dilandasi ilmu Islam yang memadai, sehingga bashirah yang tajam itu akan
dibentengi oleh hujjah yang benar. Itulah pokok jalan keluarnya.
Al-hasil, jalan yang harus ditempuh adalah merestorasi
pemahaman ummat dengan menanamkan aqidah shahihah, menegakkan shalat berjama'ah,
mendisiplinkan da'wah Islamiyah, dan membentuk serta melaksanakan sistem
pendidikan yang sesuai dengan Islam. Bila semua itu ditempuh maka pada masanya
akan datang kebenaran ke dalam dada-dada Muslimin dan hancurlah kebathilan,
tersingkir dari benak-benak Muslimin. Dari individu-individu Muslim, ke tingkat
keluarga, ke tingkat kelompok, dan kemudian insya Allah akan ke tingkat yang
lebih luas lagi, sehingga akan meratalah pemahaman yang benar tentang Islam.
Kalau toh tidak sampai merata, insya Allah pribadi-pribadi yang terselamatkan
itu sendiri berarti telah selamat dari kesesatan.
Semua itu harus dimulai. Ibda’ binafsik. Mulailah
dengan dirimu sendiri lebih dulu. Mari.
Mudah-mudahan Allah memberikan kekuatan bashirah
yang mampu mendeteksi bahwa yang bathil ataupun menyimpang itu tampak
bathil, sehingga kita mampu menghindarinya. Amien.
[1] (HR Al-Bukhari, Muslim, dan Abu Daud, shahih).
[2] (Dr Abdul Halim Uwies, Al-Islaamu kamaa yanbaghi an nu'mina bih,
diindonesiakan menjadi Koreksi terhadap Ummat Islam, Darul Ulum Press, Jakarta,
cet pertama, 1989, hal 82).
[3] (ibid, hal 84).
[4] (Dari Al-Milal wan Nihal oleh Asy Syahrastani, dikutip Fathi Yakan,
Islam di tengah persekongkolan musuh abad 20, GIP cet 6, 1993, hal 113, lihat H
Hartono A Jaiz, Bila Hak Muslimin Dirampas, Pustaka Al-Kutsar, 1994, hal
83-84).
[5] (Dr. Thoha Jabir Fayyadh al-'Ulwani, Adabul Ikhtilaf fil Islam/ Beda
Pendapat bagaimana menurut Islam, GIP, 1991, hal 135).
[6] (ibid, hal
139).
[7] (ibid, 140).
[8] (Hadits riwayat Ahmad dari Abi Umamah).
[9] HR Ahmad, Abu Daud, An-Nasaa’i, dan Al-Hakim, dan dia itu shahih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar