Kamis, 04 Januari 2024

HARAPAN

HARAPAN 
Maksudnya adalah sangat mengharapkan rahmat Allah dan yakin kepadanya. Ya, sesuai dengan sejumlah pelajaran hidup yang kudapat, aku senang bisa memberikan kabar gembira kepada kalian semua wahai kaum muslimin bahwa saat terbit fajar sidik dan mentari kebahagiaan dunia Islam, khususnya kebahagiaan khilafah Utsmaniyyah semakin dekat. Terutama kebahagiaan bangsa Arab di mana kemajuan dunia Islam bergantung pada kebangkitan dan kesadaran mereka. Dengan tegas dan lantang di mana ia terdengar oleh seluruh dunia yang sedang berada di puncak keputusasaan,5 aku sampaikan bahwa: Masa depan akan menjadi milik Islam dan hanya untuk Islam serta kekuasaan hanya akan menjadi milik hakikat Al-Qur’an dan iman. Karena itu, kita harus ridha dengan takdir ilahi serta pasrah kepada-Nya. Sebab, kita memiliki masa depan yang cerah. Sementara bagi orang-orang asing masa lalu yang kelam. Inilah pernyataanku. Aku memiliki sejumlah argumen. Aku akan menyebutkan satu setengahnya saja dengan diawali sejumlah pendahuluan. Pendahuluannya adalah sebagai berikut:
Berbagai hakikat Islam dikenal memiliki potensi dan kesiapan sempurna untuk mendorong pemeluknya menggapai kemajuan fisik (materiil) dan maknawi (spiritual). Aspek pertama: Potensi untuk Menggapai kemajuan Spiritual Ketahuilah bahwa sejarah yang mencatat berbagai kejadian nyata menjadi bukti paling jujur atas hakikat sejumlah peristiwa. Sejarah memperlihatkan kepada kita bahwa panglima Jepang yang telah mengalahkan Rusia
memberikan kesaksian terkait dengan keagungan dan kebenaran Islam. Ia berkata, “Kadar kekuatan hakikat Islam dan komitmen kaum muslim terhadap hakikat tersebut membuat mereka semakin maju dan meningkat. Begitulah yang diperlihatkan oleh sejarah. Sebaliknya, ketika mereka kurang berpegang kepada hakikat kebenaran, mereka merana, tertinggal, jatuh ke dalam berbagai carut-marut serta menjadi lemah tak berdaya”. Adapun seluruh agama selain Islam, yang terjadi justru kebalikannya. Artinya, lemahnya komitmen terhadap agama membuat mereka semakin maju. Sebaliknya, semakin berpegang pada agama, mereka semakin terpuruk dan jatuh. Begitulah ketetapan sejarah. Dan begitulah perjalanan waktu hingga saat ini. Yang diperlihatkan oleh sejarah sejak generasi terbaik dan era kebahagiaan hingga saat ini yaitu bahwa dengan pendekatan logis dan bukti nyata seorang muslim telah meninggalkan agamanya dengan cenderung kepada agama lain. Sementara itu, pengikut agama lain—bahkan yang fanatik dari mereka—seperti Rusia masa lalu dan Inggris – lewat pendekatan dan dalil logis, mereka memilih agama Islam ketimbang agama mereka sendiri. Akhirnya, mereka masuk ke dalam agama Islam. Di sini yang dilihat bukan sikap mengikuti masyarakat awam yang tidak bersandar pada dalil. Juga, bukan kondisi mereka yang keluar dari agama dan hakikatnya. Sebab, ini persoalan yang berbeda. Perlu diketahui bahwa sejarah menginformasikan bahwa orang yang memeluk Islam secara logis adalah berbagai kelompok dan golongan yang setiap hari jumlahnya semakin bertambah.”6 Andaikan dengan perilaku dan perbuatan, kita memperlihatkan kemuliaan akhlak Islam dan kesempurnaan hakikat iman, pasti para pengikut agama lain masuk ke dalam Islam secara berbondong-bondong. Bahkan bisa jadi negara-negara di dunia berikut benuanya memeluk Islam. Umat manusia yang bangkit dan sadar dengan berbagai buah pengetahuan modern mulai memahami hakikat dan esensi manusia. Mereka yakin bahwa umat manusia tidak akan bisa hidup nyaman tanpa agama. Bahkan orang yang paling kufur dan mengingkari agama pun di akhir perjalanannya terpaksa harus kembali kepada agama. Pasalnya, “titik sandaran” manusia saat menghadapi berbagai musibah dan musuh dari luar dan dalam di mana dirinya lemah tak berdaya, serta “titik pegangan” untuk meraih berbagai impian yang terbentang menuju keabadian, sementara ia sendiri fakir dan papa, tidak lain adalah “mengenal Sang Pencipta” serta beriman kepada-Nya dan mempercayai akhirat. Nah, tidak ada jalan bagi umat manusia yang mulai sadar untuk bangkit dari tidurnya selain mengakui semua itu. Selama dalam relung kalbu tidak ada substansi agama yang benar, maka kiamat fisik dan maknawi akan dirasakan oleh manusia. Ia akan menjadi hewan yang paling menderita dan hina. Kesimpulannya, berkat kemajuan ilmu pengetahuan dan terjadinya berbagai peperangan, manusia pada masa kini telah sadar. Ia mulai merasakan nilai esensi manusia berikut potensinya yang bersifat komprehensif. Ia mulai memahami bahwa dengan potensi sosialnya yang menakjubkan, manusia tidak tercipta hanya untuk menempuh kehidupan yang selalu berubah dan singkat ini. Namun, ia tercipta untuk abadi dan kekal. Hal itu ditunjukkan oleh impiannya yang membentang menuju keabadian. Selain itu, setiap orang mulai memahami, sesuai dengan potensinya, bahwa kehidupan dunia yang fana dan sempit ini tidak bisa menampung impian dan hasrat yang tak terbatas itu. Bahkan, kalau ada yang berkata kepada daya imajinasi yang melayani manusia, “Engkau boleh tinggal selama sejuta tahun dengan dunia dalam genggamanmu. Namun sebagai gantinya, engkau akan mati selamanya tanpa pernah hidup lagi,” tentu imajinasi orang yang sadar tadi yang belum kehilangan rasa kemanusiaan akan meratap sedih, bukan gembira dan senang. Pasalnya, ia kehilangan kebahagiaan yang bersifat abadi. Inilah sebabnya mengapa muncul kecenderungan yang kuat untuk mencari agama yang benar dalam diri setiap manusia. Sebelum yang lain, terlebih dahulu ia mencari hakikat agama yang benar agar selamat dari kematian abadi. Kondisi dunia saat ini menjadi bukti terbaik atas hakikat tersebut. Setelah 45 tahun berlalu dan dengan munculnya gelombang ateisme, berbagai benua dan negara di dunia benar-benar menyadari kebutuhan umat manusia yang amat sangat itu. Selanjutnya, permulaan sebagian besar ayat Al-Qur’an berikut penutupnya mengarahkan manusia kepada akal dengan berkata, “Kembalilah kepada akal dan pikiranmu wahai manusia. Berdialoglah dengan keduanya agar kebenaran hakikat ini tampak jelas.” Lihatlah misalnya firman Allah yang berbunyi, 
Maka ketahuilah oleh kalian! Maka ketahuilah! Apakah mereka tidak berakal? Apakah mereka tidak melihat (berpikir)? Apakah kalian tidak mengambil pelajaran? Apakah kalian tidak merenungkan? Maka ambillah pelajaran wahai yang memiliki penglihatan (akal) Demikian pula dengan ayat-ayat sejenis yang berbicara kepada akal manusia. Ia bertanya, “Mengapa kalian meninggalkan pengetahuan dan memilih jalan kebodohan? Mengapa kalian menutup mata dan enggan melihat kebenaran? Apa yang membuat kalian berlaku gila, padahal kalian berakal? Apa yang membuat kalian tidak mau merenungkan berbagai peristiwa kehidupan sehingga kalian tidak mengambil pelajaran dan petunjuk menuju jalan yang lurus? Mengapa kalian tidak mencermati dan mengendalikan akal kalian agar tidak tersesat?” Selanjutnya ia berkata, “Wahai manusia, sadarlah dan ambillah pelajaran! Selamatkan diri kalian dari bencana maknawi yang datang dengan cara mengambil ibrah dari generasi masa lalu.” Wahai saudara-saudaraku yang berkumpul di masjid Jami Umawi ini, wahai saudara-saudaraku yang berada di masjid dunia Islam! Hendaknya kalian juga mengambil pelajaran. Perhatikan segala hal yang terjadi sepanjang 45 tahun yang lalu. Hendaknya  kalian sadar wahai yang mengaku memiliki pikiran dan pengetahuan. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kita kaum muslimin yang merupakan pelayan Al-Qur’an mengikuti petunjuk. Kita terima hakikat keimanan dengan akal, pikiran dan hati kita. Kita tidak seperti orang yang tidak mau mengikuti petunjuk ( burhân ) karena bertaklid kepada para rahib ( ruhbân ) sebagaimana hal itu dilakukan oleh para penganut agama lain. Karena itu, masa depan yang berada di dalam genggaman akal dan pengetahuan akan dipimpin oleh kekuasaan Al-Qur’an di mana hukum-hukumnya bersandar pada akal, logika, dan bukti nyata. Sejumlah hijab yang tadinya menutupi mentari Islam mulai tersingkap. Sejumlah penghalang mulai lenyap dan menghilang. Berbagai kabar gembira mengenai terbitnya fajar tersebut telah datang sejak 45 tahun yang lalu. Fajar sidiknya pada tahun 1371 sudah mulai atau nyaris menyingsing. Bahkan meski ia merupakan fajar kizib, namun fajar sidiknya akan terbit 30 atau 40 tahun yang akan datang insya Allah. Ya, delapan penghalang telah menghalangi kemunculan berbagai hakikat Islam secara sempurna di masa lalu: Penghalang pertama, kedua, dan ketiga: • Kebodohan orang-orang asing (non muslim) • Ketertinggalan mereka dari zamannya (jauh dari peradaban) • Kefanatikan mereka terhadap agamanya. Ketiga penghalang ini 
mulai lenyap berkat kemajuan ilmu pengetahuan dan peradaban. Penghalang keempat dan kelima: • Hegemoni para pastur dan dominasi para uskup atas pemikiran dan akal manusia. • Sikap orang-orang asing (non muslim) yang mengikuti para pastur secara membabi buta. Kedua penghalang ini juga mulai pudar setelah kebebasan berpikir dan kecenderungan manusia untuk mencari hakikat kebenaran tersebar luas. Penghalang keenam dan ketujuh: • Mewabahnya semangat tiranisme di tengah-tengah kita. • Tersebarnya akhlak tercela yang bersumber dari sikap meninggalkan syariat. Nah, pudarnya kekuatan tiran individu saat ini menunjukkan lenyapnya tirani kelompok dan organisasi yang menakutkan 30 atau 40 tahun kemudian. Lalu munculnya semangat keislaman dan adanya akibat buruk dari akhlak tercela menjadi faktor yang menyingkirkan kedua penghalang tadi. Bahkan keduanya nyaris lenyap dan akan hilang secara total insya Allah. Penghalang kedelapan: Asumsi adanya sejenis kontradiksi antara berbagai persoalan dari pengetahuan modern dengan makna lahiriah sejumlah hakikat Islam. Asumsi dan bayangan ini pada batas tertentu menghambat kejayaan hakikat Islam di masa lalu. Misalnya “lembu” dan “ikan paus” yang merupakan istilah bagi dua malaikat yang diperintah mengawasi bumi dengan perintah Allah. keduanya dibayangkan oleh sebagian orang sebagai hewan hakiki yang mempunyai bentuk fisik. Yaitu sebagai lembu besar dan paus raksasa. Karena itu, ilmuwan modern dalam hal ini berseberangan dengan Islam karena tidak memahami hakikat metafora di dalamnya. Terdapat ratusan contoh seperti di atas, di mana setelah hakikatnya dipahami tidak ada celah bagi filsuf yang paling keras kepala sekalipun kecuali tunduk dan menerima. Bahkan risalah “Mukjizat Al-Qur’an” telah membahas setiap ayat yang ditentang oleh kalangan ilmuwan modern. Risalah tersebut memperlihatkan bahwa pada setiap bagiannya terdapat kilau kemukjizatan Al-Qur’an yang menakjubkan. Ia menerangkan apa yang oleh kalangan ilmuwan dianggap sebagai objek kritikan bahwa pada setiap kalimat Al-Qur’an terdapat berbagai hakikat mulia yang tidak bisa dijangkau oleh ilmu pengetahuan. Ia juga memaksa para filsuf yang keras kepala untuk tunduk dan menerima. Sejumlah risalah yang dimaksud sudah tersebar luas. Setiap orang bisa membacanya dengan mudah. Ia harus menelaahnya agar dapat melihat bagaimana penghalang ini benar-benar telah runtuh setelah disebutkan 45 tahun yang lalu. Ya, dalam bidang ini terdapat sejumlah tulisan penting karya para ulama Islam. Setiap isyarat menunjukkan bahwa penghalang kedelapan ini akan lenyap secara total. 
Jika hal itu tidak terjadi sekarang, maka 30 atau 40 tahun lagi ilmu pengetahuan, makrifat hakiki, dan kemajuan peradaban akan berbekal sejumlah sarana dan peralatan yang lengkap sehingga ketiganya bisa mengalahkan dan melenyapkan delapan penghalang di atas. Hal itu terwujud dengan munculnya semangat untuk mencari berbagai hakikat kebenaran, sikap objektif, dan kecintaan kepada sesama manusia di mana semuanya dikirim ke posisi garis depan untuk menghadapi dan memerangi kedelapan musuh tersebut. Ia sudah mulai bisa mengalahkannya dan akan melenyapkannya secara total setengah abad kemudian insya Allah. Ya, “Keutamaan yang sesungguhnya adalah keutamaan yang diakui oleh pihak musuh.” Berikut ini kami berikan dua contoh saja di antara ratusan contoh yang ada. Contoh pertama: Mr. Carlyle, salah satu tokoh filsafat abad ke-19 yang ternama dan filsuf paling terkenal di benua Amerika menarik perhatian para filsuf dan ilmuwan nasrani dengan perkataannya: “Islam datang kepada berbagai ajaran palsu dan kepercayaan yang batil itu lalu menelannya. Hal tersebut memang tepat dan layak. Pasalnya, ia adalah hakikat yang keluar dari jantung alam. Begitu Islam datang, seluruh berhala Arab dan dialektika nasrani hangus terbakar. Semua yang tidak benar menjadi kayu mati yang dimakan oleh api Islam hingga lenyap, namun apinya tidak lenyap.”7 Carlyle lalu berbicara tentang Rasul saw dengan berkata, “Ia adalah sosok agung yang Allah beri pengetahuan dan hikmah. Karena itu, wajib bagi kita untuk memperhatikannya sebelum memperhatikan yang lain.”8 Ia juga berkata, “Jika engkau masih meragukan hakikat Islam, yang lebih pantas kau ragukan adalah sejumlah aksioma dan ketentuan yang sudah pasti. Sebab, Islam merupakan hakikat yang paling jelas dan keniscayaan yang paling meyakinkan.” Begitulah filsuf ternama itu menuliskan berbagai hakikat tentang Islam di atas dalam sejumlah tempat dari bukunya. Contoh kedua: Bismarck, yang dianggap sebagai tokoh pemikir terkenal dalam sejarah Eropa Modern. Filsuf ini berkata, “Aku telah mempelajari sejumlah kitab suci (samawi) dengan seksama. Namun, aku tidak menemukan hikmah hakiki yang bisa menjamin kebahagiaan umat manusia. Hal itu lantaran manipulasi yang terjadi di dalamnya. Akan tetapi, aku menemukan Al-Qur’an yang dibawa oleh Muhammad mengungguli seluruh kitab yang ada. Dalam setiap katanya terdapat hikmah. Tidak ada sebuah kitab yang dapat mewujudkan kebahagiaan umat manusia yang sepertinya. Kitab semacam itu tidak mungkin berasal dari ucapan manusia. Orang yang mengklaim bahwa Al-Qur’an itu adalah perkataan Muhammad berarti mengingkari kebenaran dan hal yang sudah sangat jelas secara ilmiah. Maksudnya, Al-Qur’an sebagai kalam Allah merupakan persoalan aksiomatik.” Begitulah ladang kecerdasan di Amerika dan Eropa menghasilkan panenan yang menakjubkan seperti sosok Carlyle dan Bismarck yang termasuk peneliti ulung. Terkait dengan itu, aku ingin menyatakan dengan penuh keyakinan bahwa: “Eropa dan Amerika sedang mengandung Islam, dan suatu hari keduanya akan melahirkan negara Islam. Sebagaimana daulah Utsmaniyah telah mengandung Eropa dan telah melahirkan negara Eropa.” Wahai saudara-saudara yang berada di masjid Umawi, wahai saudara-saudara yang setengah abad lagi berada di masjid Islam! Bukankah berbagai pendahuluan yang telah kami sebutkan dari awal hingga sekarang mengarah pada sebuah kesimpulan bahwa hanya Islam yang akan menjadi penguasa hakiki dan maknawi di berbagai benua di masa depan; dan bahwa yang akan mengantar umat manusia menuju kebahagiaan dunia akhirat tidak lain adalah Islam serta nasrani yang benar yang berbalik kepada Islam di mana ia sejalan dengannya dan mengikuti Al-Qur’an setelah lepas dari berbagai penyimpangan dan khurafat. Aspek Kedua: Potensi untuk Menggapai Kemajuan Materiil Berbagai sebab yang kuat yang mendorong Islam untuk maju menjelaskan bahwa di masa depan islam secara fisik juga akan memimpin. 
Sebagaimana telah kami tegaskan pada aspek pertama bahwa Islam siap untuk maju secara maknawi (spiritual), maka aspek ini memperlihatkan secara jelas potensi Islam untuk maju secara fisik (materiil) di masa mendatang. Sebab, di jantung sosok maknawi dunia Islam terdapat lima kekuatan yang tak bisa dikalahkan. Ia begitu kuat dan kokoh.9 Kekuatan Pertama “Hakikat Islam” yang merupakan guru bagi seluruh kesempurnaan dan kemuliaan – di mana ia menjadikan 350 juta muslim laksana satu jiwa, serta menyiapkan sebuah peradaban hakiki dan pengetahuan yang benar – memiliki kekuatan yang tidak bisa dikalahkan oleh kekuatan manapun. Kekuatan Kedua “Kebutuhan mendesak” yang merupakan guru hakiki bagi peradaban dan industri yang dilengkapi oleh berbagai sarana dan prinsip sempurna. Begitu pula “kemiskinan” yang membinasakan kita. Nah kebutuhan dan kemiskinan merupakan dua kekuatan yang tak bisa dibungkam dan dikalahkan. Kekuatan Ketiga “Kebebasan syar’i” yang mengarahkan umat manusia kepada jalan persaingan yang sehat menuju berbagai keluhuran dan tujuan mulia di mana ia menghancurkan segala bentuk tirani sekaligus menumbuhkan kesadaran mulia dalam diri manusia; kesadaran yang berhias sejumlah perasaan untuk bersaing, iri, bangkit secara utuh, cenderung pada pembaharuan dan kemajuan. Kekuatan ketiga ini (kebebasan syar’i) bermakna menghias diri dengan sejumlah derajat kesempurnaan dan keinginan padanya sebagai hal termulia yang paling layak dimiliki manusia. Kekuatan Keempat “Heroisme iman” yang disertai kasih sayang. Maksudnya, sikap tidak rela diri ini hina di hadapan kaum zalim dan tidak menghina pihak yang terzalimi. Dengan kata lain, tidak menyanjung para tiran serta tidak bersikap sombong terhadap kalangan miskin. Ini merupakan salah satu prinsip kebebasan syar’i yang sangat penting.
Kekuatan Kelima “Kemuliaan Islam” yang menyuarakan penegakan kalimat Allah. Pada masa kita sekarang, penegakan kalimat Allah bergantung pada kemajuan materiil dan masuk ke dalam arena peradaban hakiki. Tentu saja, sosok maknawi dunia Islam di masa mendatang akan memahami dan mewujudkan tuntutan iman untuk menjaga kemuliaan Islam. Sebagaimana kemajuan Islam di masa lalu adalah dengan melenyapkan sikap fanatik musuh, menghancurkan keangkuhanya, serta menangkal permusuhannya. Semua itu terwujud dengan kekuatan senjata dan pedang. Maka sekarang sebagai ganti dari senjata dan pedang, musuh akan dikalahkan dan dilumpuhkan lewat pedang maknawi dari peradaban hakiki, kemajuan materiil, kebenaran, dan hakikat. Ketahuilah wahai saudara-saudaraku! Peradaban yang kami maksudkan adalah berbagai sisi yang memberikan manfaat dan kebaikan bagi umat manusia; bukan berbagai dosa dan keburukannya. Orang-orang yang bodoh menganggap keburukan tersebut sebagai sebuah kebaikan sehingga menirunya dan merusak apa yang kita miliki. Mereka menjadikan agama sebagai sogokan untuk mendapatkan dunia. Namun ternyata mereka tidak mendapatkannya dan tidak akan pernah mendapatkan apa-apa. Ketika berbagai keburukan peradaban mengalahkan kebaikannya serta ketika sisi kejahatannya mengungguli sisi kebajikannya, umat manusia mendapatkan dua tamparan kuat lewat dua perang dunia. Keduanya mendatangi peradaban buruk tersebut seraya memuntahkan darah yang mengotori seluruh permukaan bumi. Namun dengan izin Allah, berbagai kebaikan peradaban tersebut akan kembali unggul berkat kekuatan Islam yang akan memimpin di masa mendatang. Wajah bumi akan kembali bersih dari berbagai noda. Kedamaian juga akan dirasakan oleh seluruh manusia. Ya, ketika peradaban Eropa tidak tegak di atas kemuliaan dan petunjuk; namun di atas keinginan hawa nafsu, serta di atas kedengkian dan penindasan, maka sisi buruk peradaban tersebut mengalahkan kebaikannya hingga saat ini. Ia laksana pohon yang membusuk akibat ulat organisasi revolusi yang menebarkan teror. Ini bukti yang nyata dan jelas bahwa keruntuhannya semakin dekat. Ia juga menjadi faktor penting yang menyebabkan dunia membutuhkan peradaban Asia (Islami) yang dalam waktu dekat akan berjaya. Apabila di hadapan kaum mukmin dan muslim terdapat sejumlah sebab yang demikian kuat dan sarana untuk mencapai kemajuan materiil dan spiritual semacam itu, serta terdapat jalan lurus yang terbentang laksana rel kereta menuju kebahagiaan di masa mendatang, maka bagaimana kalian bisa putus asa dan melemahkan semangat dunia Islam, lalu berprasangka buruk disertai sikap putus asa bahwa dunia merupakan tempat kemajuan bagi orang asing dan semua manusia, sementara bagi umat Islam dunia merupakan tempat keterpurukan?! Dengan keputuasaan tersebut, kalian melakukan kesalahan fatal. Sebab, selama kecenderungan menuju kesempurnaan menjadi prinsip fitri di alam di mana ia ditanamkan dalam fitrah manusia, maka kebenaran dan hakikat di tangan Islam insya Allah akan memperlihatkan kebahagiaan duniawi pula sebagai penebus dosa umat manusia selama tidak terjadi kiamat mendadak akibat berbagai kerusakan dan kezaliman yang mereka lakukan. Karena itu, perhatikanlah zaman! Ia tidak berjalan secara lurus sehingga awal dan akhirnya berjauhan. Namun ia berputar dalam sebuah lingkaran seperti putaran bola bumi. Kadangkala ia memperlihatkan musim panas dan musim semi di saat naik dan di atas. Namun kadangkala memperlihatkan musim dingin dan gugur di saat menurun dan berada di bawah. Sebagaimana musim dingin dilanjutkan dengan musim semi, lalu malam digantikan oleh siang, maka umat manusia juga akan mendapatkan musim semi dan siangnya insya Allah. Hendaklah kalian menantikan dari rahmat Ilahi terbitnya mentari hakikat Islam sehingga kalian dapat melihat peradaban hakiki dalam naungan kedamaian yang bersifat universal dan komprehensif. Di awal pelajaran ini, kami telah mengatakan bahwa kami akan memberikan satu setengah argumen yang mendukung pernyataan kami. Sekarang satu argumen tersebut secara umum telah selesai. Yang tersisa adalah setengahnya lagi, yaitu sebagai berikut: Lewat studi yang cermat, penelitian, dan berbagai eksperimen terhadap ilmu pengetahuan, jelas bahwa kebaikan, keindahan, keapikan, dan kesempurnaan merupakan prinsip yang berlaku dalam tatanan alam sekaligus sebagai tujuan. Maksudnya, ia adalah tujuan hakiki Sang Pencipta Yang Mahaagung. Buktinya, setiap pengetahuan yang terkait dengan alam memperlihatkan berbagai kaidah universal bahwa dalam setiap spesies dan kelompok terdapat keteraturan dan kesempurnaan di mana akal tak mampu menggambarkan yang lebih indah dan lebih sempurna darinya. Misalnya, ilmu anatomi yang terkait dengan kedokteran, ilmu tata surya yang terkait dengan astronomi, serta sejumlah ilmu lain yang terkait dengan tumbuhan dan hewan. Lewat prinsipnya yang bersifat universal dan lewat beragam kajiannya, masing-masing menginformasikan tatanan Tuhan yang sangat rapi dalam spesies tersebut berikut qudrat-Nya yang menakjubkan, dan hikmah-Nya yang sempurna. semuanya menjelaskan hakikat ayat Al-Qur’an yang berbunyi, “Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan dengan sebaik-baiknya .” (QS. as-Sajadah: 7) Sebaliknya, penelitian yang utuh dan berbagai eksperimen yang komprehensif menegaskan bahwa keburukan, kebatilan, dan kejahatan bersifat parsial, sisipan, dan sekunder dalam penciptaan alam. Keburukan yang terdapat di alam dan makhluk misalnya, bukan merupakan tujuan. Ia hanyalah satuan standar agar sebuah hakikat keindahan berbalik menjadi banyak hakikat. Demikian pula dengan kekejian. Bahkan setan sendiri dicipta dan dibuat berkuasa atas manusia untuk menjadi media agar manusia bisa naik secara tak terbatas menuju kesempurnaan yang hanya bisa digapai lewat persaingan dan perjuangan. Keburukan dan kekejian parsial seperti ini dicipta di alam guna menjadi media untuk memperlihatkan berbagai bentuk kebaikan dan keindahan universal. Jadi, dengan penelitian yang utuh diketahui bahwa tujuan hakiki dan asasi dari penciptaan adalah kebaikan dan kesempurnaan. Karena itu, manusia yang menodai muka bumi dengan kekufuran dan pembangkangannya kepada Allah tidak mungkin terbebas dari hukuman dan pergi begitu saja tanpa merealisasikan tujuan hakikinya di alam. Namun, ia akan masuk ke dalam penjara jahannam. Dengan penelitian dan berbagai studi juga, diketahui bahwa manusia merupakan makhluk yang paling sempurna dan paling mulia. Sebab, dengan akalnya ia dapat menyingkap sejumlah tingkatan sebab lahiri dalam penciptaan entitas dan buahnya. Ia mampu mengetahui berbagai relasi antara ilat d an rangkaian sebab. Dengan kemampuan parsialnya, ia mampu meniru sejumlah ciptaan ilahi dan kreasi Rabbani yang rapi. Dengan ilmu dan kecakapannya yang bersifat parsial, ia pun mampu menjangkau sejumlah perbuatan ilahi yang rapi. Yaitu dengan menjadikan ihktiar parsial- nya sebagai ukuran parsial dan standar miniatur untuk memahami berbagai tingkatan perbuatan ilahi tersebut yang bersifat universal serta sifat-sifat-Nya yang bersifat mutlak. Semua itu 
membuktikan bahwa manusia merupakan makhluk yang paling mulia. Di samping itu, lewat kesaksian sejumlah hakikat yang dipersembahkan Islam kepada umat manusia di mana ia secara khusus berlaku bagi manusia dan entitas diketahui bahwa kaum muslim merupakan manusia paling baik dan paling mulia. Mereka adalah kaum penggenggam kebenaran dan hakikat. Lalu dengan kesaksian sejarah dan penelitian komprehensif diketahui bahwa penggenggam kebenaran yang paling mulia di antara manusia adalah Muhammad saw seperti yang dikuatkan oleh seribu mukjizatnya, ketinggian akhlaknya, serta hakikat Islam dan Al-Qur’an. Karena setengah argumen ini telah menjelaskan ketiga hakikat tersebut, mungkinkah manusia dengan kemalangannya dapat membantah kesaksian seluruh ilmu pengetahuan dan membatalkan semua penelitian yang ada, lalu menentang kehendak ilahi dan hikmah azali sehingga tetap berada dalam kekesatannya yang pekat, kekufurannya yang keras, dan kehancurannya yang hebat?! Mungkinkah kondisi memusuhi Islam ini terus bertahan? Dengan kekuatan yang Allah berikan, bahkan andaikan aku memiliki lisan tak terhingga, maka dengan semuanya aku bersumpah atas nama Zat yang menciptakan alam dengan sangat rapi ini, yang menciptakan entitas dengan penuh hikmah dan teratur mulai dari partikel hingga benda langit yang beredar di ruang angkasa, dari mulai sayap nyamuk hingga bintang yang berkilau di langit, Zat Mahabijak Yang Mahaagung dan Pencipta Yang Mahaindah, aku bersumpah atas nama-Nya lewat lisan yang jumlahnya tak terhingga bahwa manusia tidak mungkin keluar dari sunnatullah yang berlaku di alam, di mana ia menyalahi aturan yang berlaku bagi makhluk ciptaan lainnya lewat keburukannya yang bersifat universal; serta keburukan yang dominan diputuskan sebagai kebaikan sehingga berbagai kezaliman itu dilupakan selama beribu-ribu tahun. Ini sama sekali tidak mungkin terjadi. Ya, hal itu tidak mungkin terjadi kecuali dengan asumsi yang mustahil bahwa manusia bukan merupakan khalifah Allah di muka bumi, yang membawa amanah besar, dan yang menjadi saudara tertua bagi seluruh jenis makhluk. Akan tetapi ia makhluk terhina, ternista, dan paling berbahaya yang masuk ke dalam alam untuk melakukan kerusakan. Asumsi dan hayalan mustahil ini tentu saja batil, tidak mungkin bisa diterima dari sisi manapun. Oleh karena itu, dari setengah argumen di atas kita bisa mengambil kesimpulan bahwa sebagaimana keberadaan surga dan neraka sangat penting di akhirat, maka dominasi mutlak tetap akan berada di tangan kebaikan dan agama yang benar di masa mendatang sehingga kebaikan dan keutamaanlah yang dominan pada umat manusia sebagaimana yang berlaku pada spesies lainnya; sehingga antara manusia dan entitas lainnya sama; dan sehingga dapat dikatakan bahwa rahasia hikmah azali juga terwujud dalam spesies manusia. Kesimpulan: Selama manusia – sesuai dengan berbagai hakikat yang telah disebutkan – merupakan buah alam yang paling baik, makhluk termulia di sisi Sang Pencipta Yang Maha Pemurah, dan kehidupan abadi menuntut adanya surga dan neraka, maka berbagai kezaliman yang dilakukan umat manusia 
hingga sekarang mengharuskan keberadaan neraka sebagaimana potensi kesempurnaan yang tertanam dalam fitrah dan hakikatnya yang penuh iman sekaligus sangat penting bagi alam mengharuskan keberadaan surga. Jadi, sudah barang tentu manusia tidak akan membiarkan berbagai kejahatan yang dilakukan selama dua perang dunia di mana ia melahirkan berbagai bencana dan musibah bagi seluruh dunia serta memuntahkan zaqqum keburukannya yang sulit dicerna sehingga mengotori permukaan bumi, lalu membiarkan umat manusia menghadapi penderitaan dan kemalangan serta meruntuhkan menara peradaban yang telah dibangun oleh mereka selama seribu tahun. Selama kiamat yang menghentak umat manusia belum tiba, kita mengharapkan rahmat Zat Yang Maha Pengasih dan Penyayang agar berbagai hakikat Al-Qur’an menjadi media yang bisa menyelamatkan umat manusia dari kejatuhan ke tingkat yang paling rendah, lalu membersihkan bumi dari noda dan kotoran, serta menegakkan kedamaian yang bersifat universal dan komprehensif.

Selasa, 02 Januari 2024

Hikmah Manusia Diciptakan Bertingkat tingkat

Hikmah Manusia Diciptakan Bertingkat tingkat 

Ketika menciptakan manusia, Allah Ta’ala ciptakan dalam kondisi yang berbeda-beda levelnya dan bertingkat-tingkat. Tidak hanya dalam hal rezeki, tetapi juga dalam hal keimanan, ketakwaan, ilmu, fisik, dan sebagainya. Allah Ta’ala berfirman,

هُمْ دَرَجَٰتٌ عِندَ ٱللَّهِ ۗ وَٱللَّهُ بَصِيرٌۢ بِمَا يَعْمَلُونَ

“(Kedudukan) mereka itu bertingkat-tingkat di sisi Allah, dan Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan.” (QS. Ali Imran: 163)

Dalam firman-Nya yang lain,

يَبْسُطُ ٱلرِّزْقَ لِمَن يَشَآءُ وَيَقْدِرُ ۚ إِنَّهُۥ بِكُلِّ شَىْءٍ عَلِيمٌ

“Dia melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan menyempitkan(nya). Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. Asy-Syura: 12)

Tatkala Allah menciptakan manusia, Ia memberikan perbedaan level pada hamba-Nya. Hal ini merupakan salah satu bentuk keadilan Allah. Dan semua ketetapan Allah pasti ada hikmahnya. Hal ini sebagaimana firman-Nya,

وَهُوَ ٱلْقَاهِرُ فَوْقَ عِبَادِهِۦ ۚ وَهُوَ ٱلْحَكِيمُ ٱلْخَبِيرُ

“Dan Dialah yang berkuasa atas sekalian hamba-hamba-Nya. Dan Dialah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-An’am: 18)

Ada beberapa hikmah bertingkat-tingkatnya level manusia sebagai berikut:

Pertama, agar menyadari bahwa di akhirat manusia pun tidak sama tingkatannya

Allah Ta’ala berfirman,

ٱنظُرْ كَيْفَ فَضَّلْنَا بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ ۚ وَلَلْءَاخِرَةُ أَكْبَرُ دَرَجَٰتٍ وَأَكْبَرُ تَفْضِيلًا

“Perhatikanlah bagaimana Kami lebihkan sebagian dari mereka atas sebagian (yang lain). Dan pasti kehidupan akhirat lebih tinggi tingkatnya dan lebih besar keutamaannya.” (QS. Al-Isra’: 21)

Hendaknya disadari bahwa tingkatan kehidupan di akhirat jauh berbeda dibandingkan dengan dunia. Ketika dibangkitkan, manusia akan memiliki fisik yang berbeda. Bahkan, sampai di surga dan neraka pun memiliki tingkatan-tingkatan.

Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ ٱلْمُنَٰفِقِينَ فِى ٱلدَّرْكِ ٱلْأَسْفَلِ مِنَ ٱلنَّارِ

“Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka.” (QS. An-Nisa’: 145)

Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda,

إنَّ في الجنةِ مائةَ درجةٍ ، أعدَّها اللهُ للمجاهدين في سبيلِه ، كلُّ درجتيْنِ ما بينهما كما بين السماءِ والأرضِ ، فإذا سألتم اللهَ فسلُوهُ الفردوسَ ، فإنَّهُ أوسطُ الجنةِ ، وأعلى الجنةِ ، وفوقَه عرشُ الرحمنِ ، ومنه تَفجَّرُ أنهارُ الجنةِ

Surga itu ada 100  tingkatan, yang dipersiapkan oleh Allah untuk para mujahid di jalan Allah. Jarak antara dua surga yang berdekatan adalah sejauh jarak langit dan bumi. Dan jika kalian meminta kepada Allah, mintalah surga Firdaus. Karena itulah surga yang paling tengah dan paling tinggi, yang di atasnya terdapat Arsy milik Ar-Rahman, darinya pula (Firdaus) bercabang sungai-sungai surga. (HR. Bukhari)

Kedua, melatih syukur dan sabar

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,

عَجَبًا لأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ

Sungguh menakjubkan keadaan seorang mukmin. Seluruh urusannya itu baik. Ini tidaklah didapati, kecuali pada seorang mukmin. Jika mendapatkan nikmat (kesenangan), maka ia bersyukur. Itu baik baginya. Jika mendapatkan musibah (kesusahan), maka ia bersabar. Itu pun baik baginya. (HR. Muslim)

Allah Ta’ala membuat level manusia tidak sama agar mereka senantiasa bersabar dan bersyukur. Bersabar atas segala kekurangan dan kesusahannya, serta bersyukur atas kelebihan dan kenikmatan yang ia dapatkan.

Terkadang Allah berikan kesempitan kepada seorang hamba, agar ia ingat dan mau kembali kepada Allah. Sehingga ia bermunajat, berdoa, dan bertawakal hanya kepada Allah.

Ketiga, agar saling melengkapi dan memberi manfaat

Allah Ta’ala berfirman,

وَرَفَعْنَا بَعْضَهُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَٰتٍ لِّيَتَّخِذَ بَعْضُهُم بَعْضًا سُخْرِيًّا

“… dan kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain.” (QS. Az-Zukhruf: 32)

Allah jadikan sebagian orang lebih kaya, lebih pintar, lebih kuat dari yang lain agar saling melengkapi dan memberi manfaat. Jika semua orang kaya dan tidak ada yang miskin, apakah masih ada yang ingin menjadi pembantu, tukang sayur keliling, tukang sampah, tukang bangunan yang bisa memberi bantuan dan manfaat kepada orang kaya? Jika semua orang ingin jadi presiden atau direktur, siapa yang menjadi rakyat atau karyawannya?

Keempat, bentuk keadilan Allah agar manusia menjadi baik dan benar

Allah Ta’ala berfirman,

وَلَوْ بَسَطَ ٱللَّهُ ٱلرِّزْقَ لِعِبَادِهِۦ لَبَغَوْا۟ فِى ٱلْأَرْضِ وَلَٰكِن يُنَزِّلُ بِقَدَرٍ مَّا يَشَآءُ ۚ إِنَّهُۥ بِعِبَادِهِۦ خَبِيرٌۢ بَصِيرٌ

“Dan jikalau Allah melapangkan rezeki kepada hamba-hamba-Nya, tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat.” (QS. Asy-Syura: 27)

Sudah menjadi hal umum bahwa kebanyakan orang kaya suka menghambur-hamburkan harta. Berbeda dengan sebagian besar orang miskin yang berusaha menjaga dan menghemat hartanya. Allah juga lebih tahu yang terbaik untuk hamba-Nya sebagaimana hadis dha’if (tetapi maknanya benar), Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda,

إنَّ مِنْ عِبَادِى مَنْ لاَ يَصْلُحُ إِيْمَانُهُ إِلاَّ بِالغِنَى وَلَوْ أَفْقَرْتُهُ لَكَفَرَ، وَإِنَّ مِنْ عِبَادِى مَنْ لاَ يَصْلُحُ إِيْمَانُهُ إِلاَّ الفَقْر وَلَوْ أَغْنَيْتُهُ لَكَفَرَ

Sesungguhnya di antara hamba-Ku, keimanan barulah menjadi baik jika Allah memberikan kekayaan kepadanya. Seandainya Allah membuat ia miskin, tentu ia akan kufur. Dan di antara hamba-Ku, keimanan barulah baik jika Allah memberikan kemiskinan kepadanya. Seandainya Allah membuat ia kaya, tentu ia akan kufur. (HR. Abu Nu’aim dalam Hilyah Al-Auliya, 8: 318 . Lihat juga Tafsir Al-Quran Al-Azhim, 5: 71)

Ada sebagian manusia yang menjadi tidak beriman dan lupa bersyukur jika ia diberikan kekayaan, kesehatan, atau kelebihan lainnya. Ketika dijadikan kaya, ia lalai dari ibadah, jauh dari ketaatan, dan sibuk dengan urusan dunianya. Sebaliknya, ada sebagian orang yang cocoknya menjadi orang kaya. Ketika ia miskin, malah ia akan mudah mengeluh.

Kelima, kaya dan miskin itu sama-sama ujian

Allah Ta’ala berfirman,

وَنَبْلُوكُم بِٱلشَّرِّ وَٱلْخَيْرِ فِتْنَةً ۖ وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ

“Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.” (QS. Al-Anbiya’: 35)

Kaya bisa menjadi istridaj (jebakan nikmat yang disegerakan di dunia), sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,

إِذَا رَأَيْتَ اللهَ تَعَالَى يُعْطِي الْعَبْدَ مِنَ الدُّنْيَا مَا يُحِبُّ وَهُوَ مُقِيمٌ عَلَى مَعَاصِيْهِ فَإِنَّمَا ذَلِكَ مِنهُ اسْتِدْرَاجٌ

Bila kamu melihat Allah memberi pada hamba dari (perkara) dunia yang diinginkannya, padahal dia terus berada dalam kemaksiatan kepada-Nya, maka (ketahuilah) bahwa hal itu adalah istidraj (jebakan berupa nikmat yang disegerakan) dari Allah. (HR. Ahmad, 4: 145)

Dan miskin bisa jadi sebagai hukuman atas dosa yang diperbuat sebagaimana firman Allah Ta’ala,

وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ

“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu, maka itu disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS. Asy-Syura: 30)

Mutiara nasihat

Bagi yang Allah berikan kelebihan dari yang lain, hendaknya tidak boleh merasa sombong dan merendahkan orang-orang yang di bawahnya. Sedangkan bagi orang yang Allah berikan kekurangan, maka hendaknya ia mengejar dengan memperbanyak amal.

أَمَرَنِي خَلِيلِي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِسَبْعٍ أَمَرَنِي بِحُبِّ الْمَسَاكِينِ وَالدُّنُوِّ مِنْهُمْ وَأَمَرَنِي أَنْ أَنْظُرَ إِلَى مَنْ هُوَ دُونِي وَلَا أَنْظُرَ إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقِي

Kekasihku, yakni Nabi shallallahu alaihi wasallam memerintahkan tujuh perkara padaku: 1) beliau memerintahkanku agar mencintai orang miskin dan dekat dengan mereka, 2) beliau memerintahkanku agar melihat orang yang berada di bawahku (dalam masalah harta dan dunia), juga supaya aku tidak memperhatikan orang yang berada di atasku.…” (HR. Ahmad)

Dalam sabda beliau yang lain,

إذا نظر أحدكم إلى من فضل عليه في المال والخلق فلينظر إلى من هو أسفل منه

Jika salah seorang di antara kalian melihat orang yang memiliki kelebihan harta dan bentuk (rupa) [al-khalq], maka lihatlah kepada orang yang berada di bawahnya. (HR. Bukhari dan Muslim)

إِنَّ اللَّهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ

“Sesungguhnya Allah tidak melihat rupa dan harta benda kalian, tetapi Dia melihat hati dan amal perbuatan kalian.” (HR. Muslim)

***