a. Pengertiannya: Murtad
adalah orang yang meninggalkan agama Islam beralih kepada agama lain, seperti
Nasrani, Yahudi atau beralih kepada aliran yang bukan agama, seperti mulhid
(mengingkari agama) dan komunisme. Orang itu berakal dan atas kemauannya
sendiri, tidak dipaksa.
b. Hukumannya:
Orang murtad hendaknya diajak kembali kepada agama Islam, selama 3 hari
dan diingatkan dengan disertai peringatan-peringatan. Jika kembali lagi kepada
agama Islam maka tidak dibunuh, tetapi jika tidak mau kembali, maka hukumannya
adalah dibunuh dengan pedang, sebagai hukuman.
Dari Qatadah, dari Al-Hasan berkata, Rasulullah saw
bersabda: Barangsiapa mengganti agamanya maka bunuhlah dia. (HR An-Nasai,
Al-Bukhori, Abu Dawud, At-Tirmidzi dan lainnya).
Juga sabdanya: Laa yahillu damumri’in muslim illaa bi ihda tsalaatsin:
Attsaibuz zaanii wannafsu bin nafsi, wat taariku li diinihil mufaroqu
liljamaa’ah. (Muttafaq ‘alaih).
Diriwayatkan dari Abdullah bin
Mas'ud r.a katanya: Rasulullah s.a.w bersabda: Tidak dihalalkan darah seorang
muslim yang telah bersaksi bahwa tidak ada tuhan melainkan Allah dan bersaksi
bahwa aku adalah utusan Allah kecuali salah satu di antara tiga perkara ini:
yaitu seorang janda (yang sudah pernah nikah, laki-laki ataupun perempuan) yang
berzina, seseorang yang membunuh orang lain dan orang yang meninggalkan agamanya
yaitu orang yang memisahkan dirinya dari jamaah. (Muttafaq
‘alaih).
c. Hukuman setelah dibunuh: Apabila orang yang murtad telah dibunuh, maka jangan
dimandikan, jangan disholatkan atau dikubur di dalam kuburan orang-orang Muslim,
dan jangan diwarisi atau menerima warisan. Harta yang ditinggalkannya jadi harta
fai’ atau rampasan bagi kaum muslimin untuk kepentingan dan kemaslahatan hidup
mereka. Allah swt berfirman:
“Dan janganlah kamu sekali-kali menyembahyangkan
(jenazah) seorang yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri di
kuburannya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya, dan
mereka mati dalam keadaan fasiq.” (At-Taubah:
84).Demikian pula sabda
rasulullah saw: Laa yaritsul
kaafirul muslima walal muslimul kaafiro. (muttafaq
‘alaih).
Diriwayatkan daripada Usamah bin Zaid r.a katanya: Nabi
s.a.w bersabda: Orang Islam tidak boleh mewarisi harta orang kafir dan orang
kafir tidak boleh mewarisi harta orang Islam. (Muttafaq
‘alaih). Ulama kaum muslimin telah
sepakat (ijma’) terhadap hukum-hukum murtad tersebut di atas.
d. Ucapan dan keyakinan yang menyebabkan kufur.
: (1) Setiap orang yang mencaci Allah atau mencaci seorang Rasul
dari para Rasul Allah, atau satu malaikat dari malaikat Allah, maka sungguh
orang itu telah kafir.
(2) Setiap orang yang mengingkari rububiyyah
(hanya Allah Dzat yang menciptakan dan memelihara alam ini) atau uluhiyyah
(hanya Allah Dzat yang berhaq disembah) atau risalah seorang Rasul dari para
Rasul Allah, atau mempunyai keyakinan bahwa akan ada nabi setelah Nabi akhir
zaman, Muhammad saw, maka orang tersebut telah menjadi kufur.
(3) Setiap
orang yang mengingkari salah satu yang difardhukan (diwajibkan) dari
kewajiban-kewajiban agama yang telah disepakati (ijma’) seperti sholat, zakat,
puasa, ibadah haji, berbuat baik kepada orang tua atau jihad misalnya, maka
orang itu telah kufur.
(4) Setiap orang yang membolehkan segala macam
yang diharamkan agama yang keharamannya telah disepakati, diketahui secara
dhoruri (mudah) dalam syari’at, seperti zina, minum khamr, mencuri, membunuh,
dan menyihir, maka sungguh orang itu telah kufur.
(5) Setiap orang yang
mengingkari satu surat, satu ayat, atau satu huruf dalam Al-Qur’an, maka sungguh
orang itu telah kufur.
(6) Setiap orang yang mengingkari satu sifat dari
sifat-sifat Allah, seperti sifat hidup, Maha Mengetahui, Maha Mendengar, Maha
Melihat, dan Maha Penyayang, maka sungguh telah kufur orang tersebut.
(7)
Setiap orang yang jelas kelihatan meremehkan agama, apa yang diwajibkan atau
disunnahkannya, mempermainkan, menghinanya, melempari Al-Qur’an dengan kotoran,
menginjak dengan kakinya, karena menghina dan merendahkannya, maka sungguh orang
itu telah kufur.
(8) Setiap orang yang memiliki keyakinan bahwa tidak ada
bi’tsah (kebangkitan setelah alam kubur), tidak ada siksa, tidak ada ni’mat pada
hari qiyamat, atau berkeyakinan bahwa siksa dan ni’mat pada hari qiyamat nanti
bahwa bersifat ma’nawi saja, maka menjadi kufurlah orang tersebut.
(9)
Setiap orang yang berpendapat bahwa para wali itu lebih utama dari para nabi,
atau bahwa ibadah itu gugur (tidak wajib) dari sebagian para wali, maka sungguh
orang itu telah kufur.
Adapun alasan semua hal tersebut di atas, dalam
ijma’ ulama kaum muslimin setelah firman Allah:
“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang
mereka lakukan itu) tentulah mereka akan menjawab: Sesungguhnya kami hanyalah
bersanda gurau dan bermain-main saja. Katakanlah: Apakah dengan Allah,
ayat-ayat-Nya, rasul-Nya, kamu selalu berolok-olok? Tidak usah kamu meminta
maaf, karena kamu kafir setelah beriman…” (At-taubah:
65-66).
Ayat tersebut di
atas menunjukkan bahwa setiap orang yang secara nyata mempermainkan Allah, atau
sifat-sifatnya, atau syari’atnya, atau Rasul-Nya, maka sungguh orang itu telah
kufur.
e. Hukuman orang kufur disebabkan hal
tersebut di atas. : Hukuman bagi orang kufur dengan sebab apa yang
dikemukakan di atas, adalah diperintahkan untuk bertaubat, selama 3 hari, jika
ia bertaubat dari ucapan dan keyakinannya itu (maka taubatnya diterima), tetapi
jika tidak, maka ia harus dibunuh, sebagai hukuman. Dan hukumannya setelah mati
adalah sama dengan hukuman bagi orang yang murtad. Sebagian ahli ilmu membuat
pengecualian, bahwa orang yang mencacimaki Allah atau Rasul-Nya, maka dibunuh
pada saat itu juga, dan tidak diterima tobatnya. Sebagian lagi berpendapat,
bahwa ia diperintahkan untuk bertobat lebih dulu dan tobatnya itu diterima, lalu
ia mengucapkan dua kalimah syahadat, membaca istighfar dan bertobat kepada
Allah.
Perhatian: Barangsiapa yang mengucapkan kalimat
kafir, karena dipaksa di bawah ancaman pemukulan atau pembunuhan sedangkan
hatinya tetap dalam keimanan, maka tidak ada sangsi apapun bagi orang tersebut.
Firmannya:
Barangsiapa yang kafir
kepada Allah sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang
yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak
berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka
kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar. (QS An-Nahl: 106).
Imam Ibnu Taimiyyah menjelaskan: Dan lebih jelas dari itu bahwa di antara
mereka ada yang mengarang buku mengenai agama orang musyrikin dan murtad dari
Islam, seperti Ar-Razi telah mengarang buku mengenai penyembahan bintah-bintang
dan berhala-berhala, dan dia menegakkan dalil-dalil atas bagusnya hal itu dan
manfaatnya, dan ia mencintainya. Ini adalah murtad dari Islam secara kesepakatan
Muslimin, dan walaupun kadang dia bertaubat darinya dan kembali ke Islam.
Telah diketahui bahwa menyakiti Rasul adalah sebesar-besar keharaman,
Sesungguhnya orang yang menyakiti beliau maka sungguh telah menyakiti Allah.
Membunuh pencaci beliau itu adalah wajib, menurut kesepakatan umat, baik
dikatakan bahwa dibunuhnya itu karena keadaannya yang murtad atau karena
keadaannya murtad mugholladhoh (berat) yang telah mewajibkan jadinya pembunuhan
terhadap pencaci Nabi saw itu adalah satu had (ketentuan hukum) dari hudud
(hukum-hukum yang jenis hukumannya telah ditentukan).
Murtad termasyhur menurut Ibnu
Taimiyyah
Ibnu Taimiyyah mengatakan,
apabila dikatakan, sungguh beliau (Nabi saw) telah bersabda dalam hadits,
barangsiapa berada pada (jalan) seperti apa yang aku dan sahabatku berada di
atasnya (maka dia pada jalan golongan yang selamat), maka barangsiapa keluar
dari jalan itu sesudahnya, tidaklah dia pada jalan golongan yang selamat.
Sungguh telah murtad manusia sesudahnya, maka mereka bukan dari golongan yang
selamat. Kami (Ibnu Taimiyyah) katakan, ya. Dan semasyhur-masyhurnya manusia
kemurtadannya adalah penentang-penentang Abu Bakar as-Shiddiq ra dan
pengikutnya, seperti Musailamah al-Kaddzab dan pengikutnya serta lainnya. Mereka
itu diikuti Rafidhoh (Syi’ah) seperti disebutkan hal itu bukan hanya satu dari
syekh-syekh mereka seperti Imami ini dan lainnya. Mereka berkata bahwa mereka
dulu di atas kebenaran, sedangkan Abu Bakar As-Shiddiq memerangi mereka tanpa
hak.
Kemudian di antara manusia yang paling tampak murtadnya adalah
al-ghaliyah (yang melampaui batas), yang mereka itu dibakar dengan api oleh Ali
ra ketika mereka mendakwa, dalam diri Ali ra ada ketuhanan. Mereka adalah
Saba’iyah, pengikut-pengikut Abdullah bin Saba’ yang menampakkan cacian terhadap
Abu Bakar dan Umar.
Orang pertama yang mengaku dirinya sebagai nabi dan
menisbatkan dirinya kepada Islam adalah Al-Mukhtar bin Abi Ubaid, dia termasuk
golongan orang Syi’ah. Maka dikenal bahwa sebesar-besar manusia murtadnya adalah
orang-orang di kalangan Syi’ah, kebanyakan di antara mereka ada di seluruh
kelompok-kelompok itu, oleh karena itu tidak dikenal kemurtadan yang keadaannya
lebih buruk daripada kemurtadan al-gholiyah (yang melampaui batas) seperti
Nushairiyah, dan kemurtadan Isma’iliyah Batiniyah dan semacamnya.
Orang
yang paling masyhur dalam menyerang orang-orang murtad adalah Abu Bakar
As-Shiddiq ra, maka tidak ada orang-orang murtad dalam satu golongan yang lebih
banyak daripada yang menentang Abu Bakar As-Shiddiq. Maka hal itu menunjukkan
bahwa orang-orang murtad yang masih tetap murtad ke belakang, mereka lebih layak
dengan Syi’ah dibanding dengan Ahlus Sunnah waljama’ah. Dan ini jelas diketahui
oleh setiap orang yang berakal yang mengenal Islam dan pemeluknya, dan tidak
diragukan lagi oleh seorangpun bahwa jenis orang-orang murtad yang menisbatkan
diri kepada Syi’ah itu paling besar dan paling keji kekafirannya di antara jenis
orang-orang murtad dan orang-orang yang menisbatkan diri kepada Ahlus Sunnah
waljama’ah apabila ada di antara mereka yang murtad.
Di antara keutamaan
terbesar Abu Bakar di sisi ummat dari awal sampai akhir adalah bahwa dia
menyerang orang-orang murtad, dan sebesar-besar manusia kemurtadannya adalah
Bani Hanifah (pengikut nabi palsu Musailamah Al-Kaddzab, yang diserang Abu Bakar
itu). Abu Bakar menyerang mereka bukan karena mereka enggan berzakat, tetapi dia
menyerang mereka karena mereka iman kepada Musailamah al-Kaddzab. Mereka
jumlahnya konon sekitar 100.000. Al-Hanifah adalah Ummu Muhammad bin Al-Hanifah,
wanita tawanan Ali, dari Bani Hanifah. Dengan ini orang berhujjah/
berargumentasi bolehnya menawan wanita-wanita murtad apabila lelaki-lelaki
murtad diperangi. Apabila mereka itu muslimin yang terjaga, maka bagaimana Ali
membolehkan untuk menawan wanita-wanita mereka dan menggauli tawanan
itu.
Adapun orang-orang yang diperangi Abu Bakar karena enggan membayar
zakat, maka mereka itu orang-orang lain, dan mereka bukan orang yang membayar
zakat lalu berkata, kami tidak membayar zakat kepadamu, tetapi mereka (memang)
menolak membayar zakat sama sekali, maka Abu Bakar menyerang mereka. Karena itu
Abu Bakar tidak menyerang mereka agar mereka menyerahkan zakat kepada Abu Bakar
As-Shiddiq dan pengikut-pengikutnya. Sebagaimana Ahmad bin Hambal, Abu Hanifah
dan lainnya, mereka berkata, apabila mereka (yang enggan berzakat) itu berkata,
kami membayar zakat dan tidak membayarnya kepada Imam (Khalifah) maka tidak
boleh mereka diperangi. Barangkali mereka (Ahmad, Abu Hanifah, dan lainnya
beralasan) karena Abu Bakar As-Shiddiq memerangi mereka hanyalah karena sama
sekali tidak membayar zakat, tidak menyerang orang yang berkata, saya membayar
zakat dengan diriku sendiri (tidak diserahkan kepada Imam/ Khalifah).
Seandainya pendusta Rafidhoh (Syi’ah) ini dihitung sebagai orang yang
termasuk orang-orang yang berpaling dari pembai’atan Abu Bakar, (dihitung
dengan) Majusi, Yahudi, dan Nasrani, maka pastilah yang demikian (hitungan bagi
pendusta Rafidhoh) itu termasuk jenis hitungan Bani Hanifah. Bahkan kekafiran
Bani Hanifah dari sebagian segi lebih besar dari kekafiran Yahudi, Nasrani, dan
Majusi. Karena mereka (Yahudi, Nasrani, dan Majusi) kafir asli, sedang
orang-orang (Bani Hanifah pengikut Musailamah Al-Kaddzab) itu murtad. Mereka
(Yahudi, Nasrani, dan Majusi) mengakui jizyah (pembayaran upeti untuk jaminan
diri mereka terhadap pemerintahan Islam), sedang orang-orang itu tidak mengakui
jizyah. Mereka memiliki kitab atau syibhu kitab (serupa kitab) sedang
orang-orang itu mengikuti pembuat dusta bohong, tetapi muadzinnya berkata:
“Aku bersaksi bahwa Muhammad dan
Musailamah adalah dua utusan Allah.” Mereka menjadikan Muhammad sama dengan
Musailamah. Perkara Musailamah ini
masyhur di seluruh kitab yang di dalamnya menyebutkannya, seperti kitab-kitab
hadits, tafsir, maghozi (peperangan) futuh (kemenangan-kemenangan Isalam),
fiqih, ushul fiqh, dan ilmu kalam. Perkara ini telah lepas ke gadis-gadis di
pingitannya (telah diketahui umum secara luas), bahkan para ahli telah
menyendirikan (mengeksklusifkan) mengenai serangan terhadap orang-orang murtad
itu dengan kitab-kitab yang dinamakan kitab-kitab riddah (kemurtadan) dan futuh
(kemenangan Islam). Seperti Kitab Ar-Riddah oleh Saif bin Umar dan al-Waqidi dan
lainnya. Mereka menyebutkan di dalamnya tentang rincian berita-berita
orang-orang murtad dan penyerangan terhadap mereka, yang disebutkan sebagaimana
didapati pula hal itu seperti di kitab Maghozi Rasul saw (peperangan-peperangan
Rasul saw) dan Futuhus Syam (kemenangan Islam di Syam).
Uraian Ibnu
Taimiyyah tentang orang-orang murtad sebegitu jelasnya. Beliau katakan masalah
masyhurnya berita tentang orang-orang murtad ini sudah lepas sampai ke
gadis-gadis pingitan pun mendengarnya. Komentar kami, kaitannya dengan
Nurcholish Madjid yang diseratsinya untuk meraih gelar doctor saja menyangkut
karya Imam Ibnu Taimiyyah, tetapi ketika ditanya tentang murtad, Nurcholish
Madjid hanya mengangapnya mundur, karena sebenarnya dulu Islam ini yang memimpin
dunia, sedang Barat maju itu baru 200-an tahun belakangan ini. Jawaban
Nurcholish tentang murtad itu sangat jauh dari pengertian umum secara Islam,
apalagi secara uraian Imam Ibnu Taimiyyah. Keanehan dari jawaban Nurcholish
Madjid itu baru bisa jelas duduk soalnya ketika kita baca uraian Ibnu Taimiyyah
tentang murtad seperti yang telah kita bicarakan
ini.#
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar