Penjelasan Tentang Unsur-unsur
yang Menciptakan Hakikat Taubat
(3)
4. Agar Taubat Ditujukan Kepada Allah SWT.
Ada rukun yang dituntut untuk dipenuhi
dalam taubat, meskipun banyak orang tidak menyebutkannya, yang aku dapati
diungkapkan secara implisit, tidak secara eksplisit. Yaitu agar meninggalkan
dosa, menyesal darinya, dan bertekad untuk tidak mengulanginya, semata karena
Allah SWT saja, karena ingin mendapatkan pahala-Nya, serta takut terhadap
hukuman-Nya.
Barangsiapa yang meninggalkan minum
khamar semata karena dokter melarangnya, dan takut jika hal itu akan mengancam
kesehatannya, kemudian orang itu meninggalkannya semata karena itu, maka ia
tidak dapat dimasukkan dalam kelompok orang yang taubat. Jika ia meninggalkan
perbuatan itu dengan latar belakang seperti itu, maka hal itu tidak dianggap
sebagai taubat.
Orang yang meninggalkan zina, semata
karena ia terkena aids, atau takut terkena penyakit itu, atau penyakit-penyakit
kelamin lainnya, sehingga ia takut terhadap keselamatan dirinya, kemudian ia
meninggalkan zina, maka itu bukan taubat yang sebenarnya.
Orang yang meninggalkan menggunakan obat
bius, semata karena takut ditangkap polisi dan ancaman hukuman mati, maka ia
bukan orang yang bertaubat, dan meninggalkannya itu bukan
taubat.
Orang yang uangnya habis di meja judi,
kemudian ia meninggalkan judi itu, karena tidak memiliki uang lagi serta
kekayaannya sudah habis, saat itu ia tidak dapat dikatakan telah bertaubat, dan
ia tidak termasuk dalam golongan orang yang taubat.
Orang yang menghardik ayahnya, kemudian
orang tuanya tidak memberikannya harta dan warisan, dan anak itu kemudian
menyesal dari sikap membangkang terhadap orang tuanya itu, maka penyesalannya
itu bukan suatu taubat, bukan pula bagian darinya, karena ia menyesal semata
karena tidak mendapatkan dunia, bukan karena telah melakukan kemaksiatan kepada
Allah SWT.
Al Quran kita temukan berbicara tentang
dua anak Adam. Ketika yang jahat membunuh saudarnya yang baik, kemudian ia
membawa-bawa mayat saudarnya itu dalam waktu lama, dan ia tidak tahu bagaimana
menguburkannya, karena itu adalah kematian yang pertama dalam sejarah
manusia:
"Kemudian Allah menyuruh seekor burung gagak menggali-gali di bumi untuk memperlihatkan kepadanya (Qabil) bagaimana dia seharusnya menguburkan mayat saudaranya. Berkata Qabil: "Aduhai celaka aku, mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini, lalu aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini?" Karena itu jadilah dia seorang di antara orang-orang yang menyesal. [QS. al Maaidah: 31]
Penyesalan saudara yang jahat ini bukan
dari kemaksiatannya kepada Allah SWT, atau karena ia telah membunuh saudaranya,
namun semata karena ia membawa-bawa mayat itu dalam waktu yang cukup lama, serta
ia tidak tahu bagaimana menguburkannya, oleh karena itu penyesalannya itu tidak
berguna baginya.
Namun ketika musibah-musibah dunia dan
kerugiannya menggerakan keimanan dalam hati manusia, mendorongnya untuk membacaa
ulang dirinya, dan membuat dirinya mengingat akhiratnya, saat itu ia telah
melakukan taubat. Dan insya Allah taubatnya itu diterima.
Istighfar
Istighfar adalah: meminta ampunan. Atau
menghapus dosa dan menghilangkan bekasnya, serta menjaga dari keburukannya. Ibnu
Qayyim berkata: hakikat maghfirah adalah: menjaga keburukan dosa. Di antaranya
adalah: mighfar: yaitu alat yang menjaga kepala dari kecelakaan [Madarij Salikin
juz 1 / 308]. Ampunan itu hanya diminta kepada Allah SWT saja, karena di antara
nama-Nya adalah "al Ghafuur", "al Ghaffaar", serta "Ghaafir adz Dzanb". Dan di
antara sifat-sifat Allah SWT adalah:
"Allah mengampuni dosa-dosa semuanya." [QS. az-Zumar: 53]
Al Quran menyampaikan kepada kita bahwa
Rasul-rasul Allah yang diutus kepada bangsa-bangsa diprintahkan untuk
beristighfar. Secara sendiri atau bersamaan. Seperti disebutkan al Quran tentang
Nuh dan dakwahnya kepada kaumnya:
"Maka aku katakan kepada mereka: "Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, -Sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun- , niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai." [QS. Nuh: 10-12]
Dan seperti Allah SWT menyebutkan
tentang Huud dan dakwahnya kepada kaum Aad, yaitu ia berkata:
"Dan (dia berkata): "Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu bertobatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras atasmu, dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu." [QS. Huud: 52]
Juga Nabi Shaleh yang mengajak kaum
Tsamud:
"Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (do'a hamba-Nya)." [QS. Huud: 61]
Demuikian juga Syu'aib kepada kaum Ahli
Madyan:
"Dan mohonlah ampun kepada Tuhanmu kemudian bertaubatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku Maha Penyayang lagi Maha Penyasih." [QS. Huud: 90]
Dan Allah SWT berfirman kepada Rasul-Nya
yang penutup; Muhammad Saw:
"Katakanlah: "Bahwasanya aku hanyalah seorang manusia seperti kamu, diwahyukan kepadaku bahwasanya Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa, maka tetaplah pada jalan yang lurus menuju kepada-Nya dan mohonlah ampun kepada-Nya." [QS. Fush-shilat: 6]
Istighfar yang hakiki juga mengandung
taubat. Sebagaimana taubat juga mengandung istighfar. Dan keduanya mewakili yang
lain ketika disebut secara terpisah.
Sedang jika disebutkan secara tersendiri
dalam sebuah redaksi, seperti dalaam redaksi: "Dan mohonlah ampun (istighfar)
kepada Tuhanmu kemudian bertaubatlah kepada-Nya", maka istighfar di situ
bermakna: meminta perlindungan dari kejahatan akibat dosa yang telah
dilakukannya. Sedangkan taubat bermakna: kembali dan meminta perlindungan dari
kejahatan yang mungkin terjadi aqkibat perbuatan-perbuatannya yang
buruk.
Imam Ibnu Qayyim berkata: di sini ada
dua dosa. Dosa yang telah lampau, istighfar darinya bermakna: meminta
perlindungan dari kejahatannya, serta dosa yang ia takutkan akan terjadi.
Sedangkan taubat darinya bermakna: bertekad untuk tidak mengerjakannya lagi.
Sedangkan kembali kepada Allah SWT mencakup dua jenis: kembali kepada-Nya untuk
menjaga diri dari kejahatan akibat perbuatan yang telah dikerjakannya. Serta
kembali kepada-Nya untuk menjaga diri dari kejahatan dirinya serta perbuatan
buruknya di masa mendatang.
Istighfar di sini juga usaha untuk
menghilangkan bahaya. Sedangkan taubat adalah meminta manfaaat yang dapat
diraih. Maghfirah adalah: agar ia dijaga dari bahaya kejahatan dosanya.
Sedangkan taubat adalah agar setelah ia dijaga dari kejahatan itu ia mendapatkan
apa yang ia senangi. Dan keduanya mengandung yang lain jika disebut secara
terpisah. [Madaarij Salikin: 1/ 308, 309].
Kebutuhan manusia akan maghfirah Allah
SWT adalah kebutuhan pokok. Karena nikmat-nikmat Allah SWT yang dicurahkan
kepadanya tidak terhitung. Sementara kekurangannya dalam menjalankan hak Allah
SWT tidak dapat diingkari pula. Maka jika ada manusia yang berkata: aku telah
menjalankan hak Allah SWT seluruhnya, dan tidak sedikitpun aku kurang
menjalankan hak itu, maka perkataannya itu sendiri adalah sebuah dosa. Karena
itu adalah jelas-jelas kesombongan dan bangga dengan diri sendiri. Oleh karena
itu, seluruh manusia membutuhkan maghfirah. Dalam hal ini Allah SWT
berfirman:
"Dan bergegaslah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi." [QS. Ali Imran: 133].
Di sini kecepatan dituntut dalam meminta
maghfirah sebelum meminta surga. Ayat yang sejenis adalah firman Allah
SWT:
"Berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Tuhanmu dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi." [QS. al Hadid: 21].
Dan firman Allah SWT:
"Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih? (Yaitu) kamu beriman kepada allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahuinya, niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai." [QS. ash-Shaff: 10-12]
Keuntungan perdagangan mereka adalah
maghfirah itu. Kemudian mereka dimasukkan ke dalam surga.
Dari kebutuhan manusia akan maghfirah
itu, tumbuh kebutuhannya akan istihgfar. Dan ia tidak pernah bebas dari
kebutuhan ini, malam atau siang. Seperti ia tidak dapat membebaskan dirinya dari
kebutuhan akan makanan dan minuman. Seperti difirmankan Allah SWT dalam hadits
qudsi yang terkenal yang diriwayatkan oleh Nabi Saw dari Rabbnya Azza wa
Jalla:
"Wahai hamba-Ku, sesungguhnya kalian melakukan dosa pada malam dan siang hari, dan Aku mengampuni dosa-dosa seluruhnya, maka mintalah ampunan kepada-Ku niscaya Aku ampuni kalian." [Hadits diriwayatkan oleh Muslim dari hadits Abi Dzar]
Dan sabda Rasulullah
Saw:
"Demi Dzat Yang jiwaku berada dalam kekuasan-Nya, seandainya kalian tidak berbuat dosa niscaya Allah SWT akan menghapuskan kalian dari muka bumi dan mendatangkan makhluk lain yang melakukan dosa kemudian meminta ampunan kepada Allah SWT dan Allah SWT pun mengampuni mereka." [Hadits diriwaytkan oleh Ahmad dan Muslim dari Abi Hurairah. Sahih Jami' Shagir (7074)]
Oleh karena itu, al Quran menyifati
hamba-hamba Allah yang baik sebagai orang-orang yang beristighfar kepada Allah
SWT, terutama pada waktu menjelang subuh, serta saat sedang jatuh dalam
dosa.
Allah SWT mensifati orang yang bertakwa
yang berhak mendapatkan surga dan keridhaan-Nya sebagai
berikut:
"Untuk orang-orang yang bertakwa (kepada Allah), pada sisi Tuhan mereka ada surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya. Dan (mereka dikarunia) isteri-isteri yang disucikan serta keridhaan Allah: Dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya. (Yaitu) orang-orang yang berdo'a: "Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah beriman, maka ampunilah segala dosa kami dan peliharalah kami dari siksa neraka", (yaitu) orang-orang yang sabar, yang benar, dan tetap ta'at, yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah), dan yang memohon ampun di waktu sahur." [QS. Ali Imran: 15-17]
Dalam surah yang sama Allah SWT
membicarakan kepada kita tentang kaum Rabbani yang sebagian mereka telah
terbunuh di jalan Allah SWT. Namun mereka tidak melemah karena mengalami
kematian, serta mereka tidak menjadi malas karenanya. Firman Allah
SWT:
"Tidak ada do'a mereka sekalian ucapan: "Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebih-lebihan dalam urusan kami dan tetapkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap kaum yang kafir [QS. Ali Imran: 147]
Sebelum mereka meminta kekuatan dan
kemenangan kepada Allah SWT , mereka meminta maghfirah dari dosa-dosa dan sikap
berlebihan mereka dalam kehidupan. Dalam hal ini mereka menuduh diri mereka
sendiri dengan perlakuan dan tindakan yang berlebihan, bukan menuduh Allah SWT
bahwa Dia mengecewakan dan tidak menolong mereka!
Dalam surah itu pula terdapat
pembicaraan tentang "ulul albab", yaitu mereka berdo'a kepada Allah SWT dengan
beberapa do'a. Di antaranya adalah:
"Ya Tuhan Kami, sesungguhnya kami mendengar (seruan) yang menyeru kepada iman, (yaitu): "Berimanlah kamu kepada Tuhanmu", maka kamipun beriman. Ya Tuhan kami, ampunilah bagi kami dosa-dosa kami dan hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami beserta orang-orang yang berbakti." [QS. Ali Imran: 193.]
Dalam surah yang lain, Allah SWT memuji
kaum muttaqin yang berbuat baik dari sekalian wali-wali Allah SWT. Firman Allah
SWT:
"Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa berada di dalam taman-taman (surga) dan di mata air-mata air, sambil mengambil apa yang diberikan kepada mereka oleh Tuhan mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat baik; mereka sedikit sekali tidur di waktu malam; Dan di akhir-akhir malam mereka memohon ampunan (kepada Allah)." [QS. adz-Dzariat: 15-18].
Al Hasan berkata: mereka beramal pada
malam hari, dan hanya tidur sedikit dari malam itu, itu mereka lakukan hingga
menjelang subuh, dan pada saat itu mereka melakukan istighfar.
Alangkah anehnya! Mereka mengisi malam
dengan ibadah dan shalat, kemudian pada menjelang subuh mereka beristighfar!
Seakan mereka masih merasa kekurangan dan kesalahan diri
mereka.
Ibnu Katsir berkata: terdapat dalam
hadits-hadits sahih dari beberapa orang shabat dari Rasulullah Saw bahwa beliau
bersabda:
"Sesungguhnya Allah SWT turun pada tiap malam ke langit dunia, hingga sepertiga malam yang terakhir, dan berfirman: Apakah ada orang yang meminta taubat hingga Aku berikan taubat kepadanya? Apakah ada yang meminta ampunan hingga Aku berikan ampunan kepadanya? Apakah ada orang yang meminta hingga aku kabulkan permintaannya? Hingga datang fajar".
Kewajiban beristighfar itu makin kuat
bagi orang yang sedang jatuh dalam kemaksiatan dan dosa. Karena siapa yang bisa
menghindarkan dirinya sama sekali dari perbuatan dosa? Di sini istighfar
berfungsi sebagai perangkat untuk menghilangkan kekurangannya, dan yang dapat
mencucinya dari kotoran dosa.
Allah SWT menyebut sifat-sifat kaum
muttaqin dalam al Quran sebagai orang yang:
"Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampunan terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa-dosa selain dari pada Allah? - Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui" [QS. Ali Imran: 135].
Dan firman Allah SWT:
"Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian ia mohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." [QS. an-Nisa: 110.].
Allah SWT memuji nabi-nabi-Nya dalam Al
Qur'an dengan tindakan mereka yang melakukan istighfar itu. Mereka adalah
manusia yang paling bersegera dalam melakukan istighfar dan yang paling senang
melakukannya.
Dalam kisah Adam, nenek moyang manusia,
beliau beristighfar ketika beliau dibujuk oleh syaitan hingga beliau dan
istrinya memakan pohon yang dilarang itu. Maka beliau segera meminta istighfar
dan kembali kepada-Nya:
"Keduanya berkata: "Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi." [QS. al A'raf: 23.].
Nabi Nuh a.s, pemimpin para rasul itu
meminta istighfar bagi dirinya, kedua orang ketuanya, dan bagi semua orang yang
berhak atasnya, juga bagi kaum mu' minin dan mu'minat:
"Ya Tuhanku! Ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim itu selain kebinasaan." [QS. Nuh: 28].
Dan Nabi Ibrahim a.s.
berdo'a:
"Ya Tuhan kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapakku dan sekalian orang-orang mu'min pada hari terjadinya hisab (hari kiamat)." [QS. Ibrahim: 41]."Ya Tuhan kami hanya kepada Engkaulah kami bertawakkal dan hanya kepada Engkaulah kami bertaubat adn hanya kepada Engkaulah kami kembali, " Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan kami (sasaran) fitnah bagi orang-orang kafir. Dan ampunilah kami Ya Tuhan kami. Sesungguhnya Engkau, Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." [QS. al Mumtahanah: 4-5.].
Nabi Musa a.s. yang secara tidak sengaja
membunuh seorang manusia, sebelum beliau mendapatkan kerasulannya, segera
meminta ampunan kepada Rabbnya atas kesalahannya itu.
"Musa mendo'a: "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri karena itu ampunilah aku". Maka Allah mengampuninya, sesungguhnya Allah Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." [QS. al Qashash: 16.].
Pada kesempatan lain, beliau
berdoa:
"Itu hanyalah cobaan dari Engkau, Engkau sesatkan dengan cobaan itu siapa yang Engkau kehendaki dan Engkau beri petunjuk kepada siapa yang Engkau kehendaki. Engkaulah Yang memimpin kami, maka ampunilah kami dan berilah kami rahmat dan Engkaulah Pemberi ampun yang sebaik-baiknya." [QS. al A'raaf: 155].
Allah SWT berfirman dalam kisah Nabi
Daud a.s:
"Dan Daud mengetahui bahwa kami mengujinya; maka ia meminta ampun kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan bertaubat" [QS. Shaad: 24].
Dalam kisah Nabi Sulaiman a.s. Allah SWT
berfirman:
"Ia berkata: "Ya Tuhanku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh seorang juapun sesudahku." [QS. Shaad: 35].
Dan Nabi Muhammad Saw juga diperintahkan
untuk bertaubat dalam banyak ayat, seperti dalam firman Allah SWT dalam al
Qur'an Makki ini:
"Maka bersabarlah kamu, karena sesungguhnya janji Allah itu benar, dan mohonlah ampunan untuk dosamu dan bertasbihlah seraya memuji Tuhanmu pada waktu petang dan pagi." [QS. Ghaafir: 55].
Dalam al Qur'an Madani Allah SWT
memerintahkan beliau untuk beristighfar kepada-Nya, dalam firman Allah
SWT:
"Dan mohonlah ampun kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." [QS. an-Nisa: 106].
Juga Allah SWT memerintahkan beliau
untuk beristighfar bagi dirinya dan kaum mu'minin dan mu'minat. Yaitu dalam
firman Allah SWT:
"Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (Yang Haq) melainkan Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mu'min, laki-laki dan perempuan." [QS. Muhammad: 19].
Dan firman Allah SWT:
"Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat." [QS. an-Nashr: 1-3].
Ini adalah bagian dari surah yang
diturunkan belakangan. Atau ia diturunkan pada penghujung kehidupan Rasulullah
Saw, dan setelah turunnya firman Allah SWT dalam surah al
Fath:
"Supaya Allah memberi ampunan kepadamu terhadap dosamu yang telah lalu dan yang akan datang serta menyempurnakan nikmat-Nya atasmu." [QS. al Fath: 2].
Dan ini diturunkan pada tahun keenam
hijriah setelah terjadinya perdamaian Hudaibiah yang terkenal itu, yang
dinamakan Allah SWT sebagai kemenangan yang nyata.
Namun demikian, Allah SWT tetap
memerintahkan beliau untuk beristighfar. Dan Rasulullah Saw adalah manusia yang
paling banyak beristighfar kepada Rabbnya. Sahabat beliau pernah menghitung,
dalam satu majlis, Rasulullah Saw lebih dari tujuh puluh kali mengucapkan: "
Wahai Rabb-ku ampunilah daku dan berilah Aku taubat".
An-Nasaai meriwayatkan dari Ibnnu Umar
bahwa ia mendengar Rasulullah Saw mengucapkan: "Aku memohon ampunan kepada Allah
Yang tidak ada tuhan selain Dia Yang Hidup kekal dan terus menerus mengurus
(makhluk-Nya). Aku memohon taubat kepadaNya" dalam satu majlis ,sebelum bangkit
darinya, sebanyak seratus kali. Dalam satu riwayat: "kami menghitung Rasulullah
Saw dalam satu majlis mengucapkan: 'Wahai Rabb-ku ampunilah daku dan berilah
daku taubat, sesungguhnya Engkau Maha Pemberi taubat dan Maha Pengampun'
sebanyak seratus kali." [Fathul Bari: 11/101,
102].
Dalam sahih Muslim dari hadits al Aghar
al Muzni diriwayatkan:
"Pernah ada kelalaian untuk berdzikir dalam hatiku, dan aku beristigfar kepada Allah SWT setiap hari sebanyak seratus kali untuk kelalaian itu ".
Dalam sahih Bukhari dari hadits Abi
Hurairah r.a.:
"Demi Allah, aku beristighfar dan meminta taubat kepada Allah SWT dalam sehari lebih dari tujuh puluh kali".
Ulama menafsirkan "al ghain" yang berada
dalam hati Rasulullah Saw itu adalah: suatu masa Rasulullah Saw tidak melakukan
dzikir yang terus dilakukan beliau. Dan jika Rasulullah Saw melupakannya karena
suatu hal, maka beliau menganggap itu sebagai dosa, dan beliau ber istighfar
kepada Allah SWT dari kelalaian itu.
Ada yang berpendapat: itu adalah sesuatu
yang terjadi dalam hati, seperti keinginan hati yang biasa terjadi dalam diri
manusia.
Ada yang berpendapat: para nabi adalah
orang yang amat berusaha keras untuk melakukan ketaatan kepada Allah SWT. Karena
mereka mengtehui hak-Nya atas mereka sehingga mereka terus bersyukur kepada
Allah SWT, dan mengakui bahwa mereka selalu kurang sempurna dalam menjalankan
apa yang diperintahkan Allah SWT kepada mereka.
Al Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulumuddin
berkata: adalah Rasulullah Saw selalu meningkat derajat beliau. Dan setiap kali
beliau menaiki suatu derajat maka beliau akan melihat derajat yang sebelumnya,
dan beliau akan ber istighfar atas derajat yang lebih rendah itu. [Fathul Bari:
11/ 102, 102].
Al Muhasiby berkata: malaikat dan para
nabi adalah orang yang lebih takut kepada Allah SWT dibandingkan orang yang
lebih rendah derajatnya dari mereka. Dan takut mereka adalah sebuah takut
penghormatan dan pemuliaan. Mereka beristighfar dari kekurang sempurnaan dalam
menjalankan apa yang seharusnya, bukan karena dosa yang
dilakukan.
Qadhi 'Iyadh berkata: sabda beliau: "Wahai Rabb-ku ampunilah dosaku dan ampunilah atas apa yang aku telah dahulukan dan apa yang aku telah tunda dapat dinilai sebagai sebuah ungkapan dari ketawadhu'an, ketundukan, sikap merendahkan diri, dan sebagai kesyukuran kepada Rabbnya, karena beliau tahu bahwa Allah SWT telah mengampuninya. [Fathul Bari: 11/ 198].
Terdapat hadits sahih dari Rasulullah
Saw tentang bentuk redaksional istighfar beliau yang tidak pernah digunakan oleh
seorang nabi atau Rasulupun sebelum beliau, yaitu:
"Ya Allah, ampunilah kesalahanku, kejahilanku, tingkah berlebihan dalam perkaraku, serta apa yang Engkau lebih tahu dariku. Ya Allah ampunilah keseriusan dan sikap humorku, ketidak sengajaan dan kesengajaanku, dan seluruh perbuatan seperti itu yang ada padaku. Ya Allah, ampunilah apa yang aku dahulukan dan apa yang aku akhirkan, serta apa yang sembunyikan dan apa yang aku beritahukan, dan Engkau adalah Yang memajukan dan Engkau pula Yang memundurkan, dan Engkau adalah Maha kuasa atas segala sesuatu." [Hadits diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Abi Musa. Fathul Bari 11/ 196, 197].
Dan Rasulullah Saw bersabda: sayyidul
istighfar adalah engkau mengucapkan:
"Ya Allah, Engkau Rabbku, tidak ada tuhan selain Engkau. Engkau telah menciptakan aku, dan aku adalah hamba-Mu dan aku akan terus berada dalam jalan dan janji-Mu selama aku mampun. Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan apa yang telah aku perbuat, dan aku mengakui nikmat yang Engkau berikan kepadaku, dan aku akui pula dosa yang telah aku perbuat, maka ampunilah daku, karena tidak ada yang dapat mengampuni dosa selain daripada Engkau." [Hadits diriwayatkan oleh Bukhari dalam Kitab Ad Da'awat dari Syidad bin Aus dengan nomor: (6306)].
Syeikh Ibnu Abi Hamzah berkata: dalam
hadits ini terkumpulkan keelokan makna dan keindahan lafazh, sehingga memang ia
berhak disebut sebagai sayyidul istighfar. Di dalamnya terdapat pengakuan bagi
Allah SWT atas ke-Tuhanan-Nya, bagi diri-Nya semata, dan penyembahan kepada-Nya.
Juga pengakuan bahwa Dia adalah Sang Pencipta, pengakuan akan perjanjian yang
telah diambilnya dari Allah SWT, pengharapan akan janji yang telah diberikan
oleh Allah SWT, perlindungan dari kejahatan yang dilakukan oleh hamba atas
diirnya sendiri, penisbahan nikmat kepadaNya, sementara menisbahkan dosa kepada
dirinya sendiri, juga keinginannya untuk meminta ampunan, serta pengakuannya
bahwa tidak ada seorangpun yang dapat memberikan pengampunan itu selain Allah
SWT. Seluruh sisi itu menunjukkan penyatuan antara sisi syari'ah dengan
hakikat.. Karena kewajiban-kewajiban syari'ah terwujudkan dengan adanya
pertolongan dan bantuan Allah SWT. Inilah apa yang dikatakan sebagai hakikat.
[Fathul Bari: 11/100].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar