Mengoreksi Ajaran Tasawuf
Pada
hakekatnya ajaran tasawuf yang dianut umat Islam bercorak panteistis, hasil dari
konsepsi filsafat yang disebut monisme. Yaitu konsepsi yang menyatakan bahwa
Tuhan dan alam adalah satu. Bahkan jika diurut-urut lebih jauh, konsepsi monisme
dengan panteismenya ternyata bersumber dari ajaran Hindu.
Drs H Abdul
Qadir Djaelani seorang da'i yang pernah mendekam di penjara di masa Soeharto
akibat menentang asa tunggal Pancasila dsb, produktif menulis buku (kini sekitar
14 buku diantaranya menanggapi pendapat-pendapat pembaharu/ neomodernis) ini
merasa gemas melihat merebaknya tasawuf dan tarekat di kalangan umat Islam. Dia
menulis kritik tajam terhadap tasawuf dalam buku yang berjudul Koreksi terhadap
Ajaran Tasawuf diterbitkan GIP Jakarta, cet I 1996, 240 halaman. Dia menohok
tokoh-tokoh tasawwuf yang ia nilai melenceng dari Islam seperti Al-Hallaj yang
dibunuh oleh para ulama dan Ibnu Arabi yang dikafirkan oleh para ulama.
Berbagai metode ajaran tasawuf dibelejeti dalam buku ini, yang menurut
Abdul Qadir (AQ) menyimpang dari Islam seperti zuhud, bai'at dan ketaatan
mutlak, wasilah dan rabithah, serta uzlah dan khalwat. Ia juga menghujat praktik
ekstase (junun) yang dilakukan para sufi (orang tasawuf). Secara tegas, AQ
mengawali bukunya dengan ungkapan yang menyentak, bahwa teori-teori yang
diajarkan oleh berbagai macam aliran tasawuf, baik teori wihdatil wujud,
wihdatus syuhud, al-ittihad, al-ittishal, al-hulul, atau al-liqa', semuanya
bersifat panteistis. Itu ujung-ujungnya adalah ajaran Hindu yang berpengaruh
terhadap Yunani kuno dan kemudian diambil ke tasawuf Islam lewat
penerjemahan-penerjemahan yang kebanyakan dilakukan oleh orang-orang Kristen
zaman kekhalifahan abad kedua Hijriah. Istilah Sufi
Jika istilah "sufi" ini diduga berasal dari kata shophia (bahasa
Yunani), maka hal ini lebih dapat diterima. Sebab, sumber pemikiran Islam yang
kedua setelah Al-Quran dan al-Hadits berasal dari negeri-negeri seperti Syria,
Mesir, dan Persia, dengan pikiran-pikiran Yunani menjadi induk pemikiran di
negeri-negeri tersebut. Pikiran neoplatonisme (Plotinus, wafat 269M), filosof
Kristen yang mengajarkan tentang emanasi dan panteisme --yang sangat berpengaruh
di dunia Kristen-- juga berasal dari pikiran Yunani, khususnya pikiran
Aristoteles dan Prophiry. (hal 13).
Sementara itu, dari data yang
terungkap, orang pertama yang mendapat gelar "sufi" adalah Abu Hasyim Al-Kufi
(wafat 150 H/ 761M) dari Kufah, bukan dari Makkah atau Madinah, dan ia dari
generasi tabi'in, bukan dari generasi sahabat. Sedangkan di sisi lain, masa
terjemahan telah terjadi terlebih dahulu, paling tidak beberapa puluh tahun
sebelum munculnya orang pertama yang bergelar sufi itu. Jika istilah "sufi"
itu juga dianggap berasal dari kata shuf (bulu domba, wol kasar) yang biasa
dipakai oleh para sufi Kristen, hal ini bisa diterima, bahkan antara kata
shophia dan shuf saling menguatkan. Sebab ajaran sufi di dunia Kristen yang
paling berpengaruh berasal dari Plotinus, sehingga sangat logis jika aliran ini
berpengaruh pada kaum sufi Kristen di Syria, Mesir, Baghdad dan Yaman. Lebih
memperkuat lagi ialah bahwa kaum sufi muslim pada umumnya memakai kain shuf.
(hal 14).
Selanjutnya AQ mengemukakan definisi tasawuf dengan mengutip
beberapa orang di antaranya pendapat Bandar bin al-Husein, Sahal bin Abdullah
at-Turturi, dan Al-Junaid (wafat 910M, tokoh tasawuf yang resmi dianut oleh
orang tradisionalis di Indonesia, pen). Al-Junaid berkata: "Tasawuf berarti
bahwa Tuhan menjadikan kamu mati, untuk hidup kembali di dalam-Nya." (hal 15).
Sedangkan Abu Yazid Busthami berkata: "Jika aku terhapus, maka Tuhan adalah
kaca-Nya sendiri dalam aku." (hal 15). Lalu AQ menyimpulkan, pengertian
tasawuf menurut istilah, tidak lain yaitu suatu usaha yang sungguh-sungguh
dengan jalan mengasingkan diri sambil bertafakur (kontemplasi), melepaskan diri
dari segala yang bersifat duniawi dan memusatkan diri hanya kepada Tuhan
sehingga bersatu dengan-Nya. Tasawuf dari Hindu
AQ berkeyakinan bahwa tasawuf itu berasal
dari Hindu di antaranya dengan bukti: tujuan akhir dari peribadatan dalam agama
Hindu adalah bersatunya kembali antara atman (ruh atau substansi) dengan brahman
(ruh alam semesta atau Tuhan). Ajaran Hindu sangat berpengaruh terhadap bangsa
Yunani kuno, baik dalam bentuk mitologi, filsafat, maupun mistik. Sehingga kita
ketahui bahwa Plato dan Pythagoras adalah dua tokoh penganut ajaran reinkarnasi
yang berasal dari ajaran Hindu. (hal 9).
Menurut M Horten (yang didukung
R Hartman), tasawuf berasal dari alam pemikiran India. Dalam hal ini Horten
telah melakukan penelitian yang lama untuk menguatkan pendapatnya itu. Akan
tetapi pendapat tersebut kemudian ia revisi setelah ia melakukan analisis
terhadap tasawuf al-Hallaj, al-Busthami, dan al-Junaid, dengan mengatakan bahwa
tasawuf abad ketiga Hijriah-lah yang sangat dipengaruhi alam pemikiran India,
terutama ajaran al-Hallaj. Horten pun berusaha keras mengokohkan teorinya ini
dengan salah satu penelitiannya untuk menetapkan bahwa tasawuf berasal dari
sumber India. Penelitian fisiologis yang dilakukannya terhadap berbagai
terminologi para sufi Persia akhirnya membuatnya berkesimpulan bahwa tasawuf
berasal dari aliran Vedanta di India. (hal 18). Sementara itu Hartman, yang
berusaha keras pula, membuktikan asal usul atau sumber tasawuf dari India. Ia
mengemukakan pendapatnya sebagai berikut:
1. Kebanyakan angkatan pertama
sufi berasal bukan dari Arab. Misalnya Ibrahim bin Adham, Syaqiq al-Balakhi, Abu
Yazid al-Busthami, dan Yahya ibn Ma'az ar Radzi. 2. Kemunculan dan
penyebaran tasawuf untuk pertama kalinya adalah di Khurasan (Parsi). 3. Pada
masa sebelum Islam, Turkestan merupakan pusat pertama berbagai agama dan
kebudayaan Timur dan Barat. Dan ketika para penduduk kawasan itu memeluk agama
Islam, mereka mewarnainya dengan corak mistisisme lama. 4. Kaum muslim
sendiri mengakui adanya pengaruh India tersebut. 5. Aksetisisme Islam
(kebatinan) yang pertama adalah bercorak India, baik dalam kecenderungannya
maupun metode-metodenya. Keluasan batin, pemakaian tasbih, misalnya, merupakan
gagasan dan praktik yang berasal dari India. (hal 19). Berasal dari Yunani dan asing Kemudian cukup banyak para orientalis yang
berpendapat bahwa tasawuf berasal dari tradisi pemikiran Yunani. Para orientalis
yang berpendapat seperti ini lebih menaruh perhatian terhadap tasawuf yang mulai
muncul pada abad ketiga Hijriah, lewat Dzun Nun al-Mishri, wafat 245H. (hal 19).
Muhammad Al-Bahiy (intelektual Islam Mesir, pen) menyatakan tentang adanya
intervensi (penyusupan) alam pikiran asing, seperti paganisme Mesir, agama
Budha, agama Hindu, agama Zaratrusta, ajaran Manu, Kristen, Yahudi, dan filsafat
Yunani.
Dalam kaitan ini secara khusus filsafat Yunani telah: 1.
Menimbulkan aliran-aliran filsafat di antaranya: a. filsafat metafisika yang
diwakili oleh Ibnu Sina di Timur dan Ibnu Rusyd di Barat; b. filsafat alam
(fisika) yang diwakili oleh Abu Bakar ar-Razi. c. filsafat emanasi yang diwakili
oleh Suhrawardi. 2. Membantu kelahiran: a. tasawuf zuhud yang diwakili
oleh Abdul Haris al-Muhasibi; b. tasawuf filsafat yang diwakili oleh
al-Ghazali; c. tasawuf India, Kristen, dan neoplatonisme yang diwakili oleh Ibnu
Arabi, Ibnu Sab'in, dan al-Hallaj. (hal 23). Selanjutnya, AQ membuktikan
bahwa esensi ajaran tasawuf dan praktik-praktik amaliahnya berasal dari asing,
yakni Kristen, Yunani, dan Hindu, maka secara prinsipil bertentangan dengan
Islam. Kalau Abdul Qadir Djaelani membuktikannya dengan buku setebal 240
halaman, maka secara mudah ulama tua KH Ghofar Isma'il (almarhum, ayah penyair
dr Taufik Isma'il) dalam ceramah-ceramah pengajian tafsirnya cukup menjelaskan
pada umat, kalau ada guru yang memberikan amalan-amalan (lafal-lafal dzikir)
untuk dibaca sekian kali, itu harus dilandasi hadits yang shohih. Bila tidak,
maka perlu diragukan
kebenarannya.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar