Apakah Taubat Wajib Dilakukan dari Dosa-dosa Kecil?
Allamah Ibnu Rajab al Hambali dalam
kitabnya "Jaami'ul 'uluum wal hikam" melontarkan pertanyaan yang penting tentang
dosa-dosa kecil. Apakah wajib taubat atasnya seperti atas dosa-dosa besar?
Karena ia didapati terhapuskan secara otomatis dengan melakukan taubat atas
dosa-dosa besar: sesuai firman Allah SWT:
"Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang kamu mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosamu yang kecil) dan Kami masukkan kamu ke dalam tempat yang mulia (surga). (an-Nisa: 31.)
Ia berkata: tentang ini masih
diperdebatkan.
Di antara mereka ada yang mewajibkan
taubat dari dosa itu. Ini adalah pendapat sahabat-sahabat kami dan lainnya dari
para fukaha, ulama kalam dan lainnya.
Karena Allah SWT memerintahkan untuk
bertaubat setelah menyebut dosa-dosa kecil dan besar. Allah SWT
berifirman:
"Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat. Katakanlah kepada wanita yang beriman: hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara laki-lai mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam , atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak memiliki keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yagn mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang berima supaya kamu beruntung." (an-Nur: 30-31)
Allah SWT memerintahkan untuk bertaubat
dari dosa-dosa kecil secara khusus dalam firman-Nya:
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokkan kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokkan) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-mengolokkan) wanita-wanita yang lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olokkan) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk pangilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak taubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim." (al Hujurat: 11).
Di antara manusia ada yang tidak
mewajibkan taubat dari dosa-dosa kecil, seperti diriwayatkan dari pendapat kaum
mu'tazilah.
Di antara ulama mutaakhirin ada yang
berkata: wajib mengerjakan salah satu perkara: taubat darinya, atau melakukan
beberapa amal baik yang dapat menghapuskan dosa itu.
Ibnu 'Athiah menyebutkan dua pendapat
ulama dalam penafsirannya tentang penghapusan dosa-dosa kecil dengan melakukan
ibadah-ibadah yang wajib dan menjauhkan dosa-dosa besar:
Pertama: ia meriwayatkannya
dari beberapa orang fukaha dan ahli hadits. Yaitu dengan amal baiknya itu
otomatis kesalahan-kesalahannya terhapuskan, sesuai pengertian ayat Al Quran dan
hadits.
Kedua: ia meriwayatkannya
dari para ulama ushul fiqh. Bahwa dosa kecil tidak pasti terhapuskan, namun
dengan prasangka yang kuat dan harapan yang besar dosa itu dihapuskan, dengan
kehendak Allah SWT. Karena jika dosa-dosa kecil itu pasti dihapuskan niscaya ia
akan seperti perbuatan yang mubah yang tidak mengandung konsekwensi apa-apa. Dan
itu akan merusak syari'ah.
Aku katakan: ada yang berpendapat,
dosa-dosa itu tidak pasti dihapuskan. Karena hadits-hadits yang mengatakan
dosa-dosa kecil terhapuskan dengan amal-amal yang baik itu terikat dengan syarat
memperbaiki amal. Seperti terdapat dalam keterangan tentang wudlu dan shalat,
yang keduanya menghapuskan dosa kecil. Sementara dengan bediam diri tanpa
bertaubat dan melakukan kebaikan, maka tidak terdapat amal yang baik yang
mewajibkan dihapuskannya dosa. Atas dasar ikhtilaf yang disebutkan oleh Ibnu
'Athiah ini, terjadi ikhtilaf dalam masalah kewajiban taubat dari dosa-dosa
kecil." (Jami' al Ulum wa al Hikam: 1/446, 447. Cetakan muassasah Risalah,
Bairut.)
Namun, sebenarnya taubat diperintahkan
kepada seluruh orang mukallaf. Dan seluruh kaum mu'minin diperintahkan untuk
bertaubat. Seperti disebutkan dalam ayat al Quran: "Dan bertaubatlah kamu
sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu
beruntung".
Kami telah katakan bahawa ada orang yang
bertaubat dari dosa-dosa besar, ada yang bertaubat dari perbuatan bid'ah, ada
yang bertaubat dari dosa-dosa kecil dan ada pula yang bertaubat dari perbuatan
yang syubhat.
Dan ada pula orang yang taubat dari
kelalaian hatinya.
Juga ada yang bertaubat dari maqam yang
ia tempati yang seharusnya ia naik ke maqam yang lebih tinggi. Dan ini adalah
taubat Nabi Saw, seperti sabda Nabi Saw:
"Wahai manusia, bertaubatlah kepada Allah SWT, karena sesungguhnya aku bertaubat kepada Allah SWT dalam sehari sebanyak seratus kali".
Keharusan Untuk Bertaubat Secepatnya.
Jika taubat adalah wajib bagi seluruh
kaum mu'minin, maka melaksananya secepatnya adalah kewajiban yang lain. Sehingga
tidak boleh ditunda pelaksanaannya. Karena itu akan berbahaya bagi hati orang
yang beragama. Dan jika tidak secepatnya membersihkan dirinya dari dosa,
ditakutkan pengaruh dosa itu akan bertumpuk dalam hatinya, satu persatu, hingga
hati itu menghitam atau membusuk. Seperti disebutkan halam hadits yang
diriwayaktan oleh Abu Hurairah r.a. dari Nabi Saw:
"Sesungguhnya seorang manusia, jika ia melakukan dosa maka dihatinya akan tercoreng warna hitam, dan jika ia meninggalkan perbuatan dosa itu serta bertaubat darinya, maka hatinya kembali bersih. Dan jika ia kembali melakukan dosanya itu, maka hitamnya itu akan ditambah hingga menutupi seluruh hatinya, itulah tutupan yang disebutkan Allah SWT dalam firman-Nya: "Sama sekali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka." (Hadits diriwayatkan oleh Tirmizi (3331) dan ia berkata: Hasan Sahih. Demikian juga An Nasai, Ibnu Majah (4244), Ibnu Hibban dalam sahihnya seperti terdapat dalam Al Mawarid (2448) dan Al Hakim serta ia mensahihkannya atas syarat Muslim dan Adz Dzahabi menyetujuinya (2/517). Dan ayat itu adalah dari QS. Al Muthaffifiin: 14)
Ibnu Qayyim berkata: segera bertaubat
dari dosa adalah kewajiban yang harus dilakukan segera, dan tidak boleh ditunda.
Ketika ia menundanya maka ia bertambah dosa dengan penundaannya itu. Dan jika ia
telah bertaubat dari dosa, maka masih ada dosa yang harus ia pintakan
ampunannya, yaitu dosa menunda bertaubat! Tentang ini sedikit sekali dipikirkan
oleh orang yang telah bertaubat. Malah ia menyangka jika ia telah bertaubat dari
dosanya maka ia tidak memiliki dosa lagi selain itu, padahal ia tetap memiliki
dosa, yaitu menunda taubatnya itu.
Yang paling berbahaya bagi orang yang
melakukan maksiat adalah jika ia terus menunda-nunda taubat. Artinya, ia selalu
berkata: nanti aku akan kembali menjadi orang yang benar, aku akan taubat, aku
akan berhenti dari melakukan perbuatan ini dan itu. Oleh karena itu dikatakan:
ungkapan "saufa --nanti aku akan" adalah salah satu tentara Iblis! Dikatakan
pula: mayoritas penghuni neraka adalah orang -orang yang selalu berkata: nanti
akan taubat, nanti aku akan ... dst. Allah SWT berfirman:
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang membuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi dan belanjakanlah sebagian dari apa yang kamu berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: Ya Tuhanku, mengapa engkau tidak menangguhkan (kematian) ku sampai waktu yang dekat yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang saleh? Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila datang kematiannya. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (al Munafiqun: 9-11)
Di antara keutamaan mensegerakan taubat
adalah: ia akan membantu orang yang berdosa itu untuk mencabut akar dosa sebelum
itu menjadi kronis dan tertanam kuat dalam hatinya, kemudian tersebar dalam
seluruh perbuatannya, dan setiap hari keburukan itu terus berkembang dari
sumbernya itu, hingga mencakup seluruh perbuatannya.
Orang yuang selalu menunda-nunda itu
adalah seperti orang yang ingin mencabut sebuah pohon, dan ia melihat pohon itu
kuat, sehingga jika ia mau mencabutnya akan membutuhkan tenaga yang kuat.
Kemudian ia berkata dalam dirinya: "aku tunggu hingga satu tahun, baru aku
datang kembali untuk mencabutnya". Ini adalah logika orang bodoh dan tolol.
Karena ia tahu, pohon dari hari kehari akan makin kokoh dan besar, sementara
dirinya semakin tua akan semakin lemah! Tidak ada kebodohan yang lebih besar
dari kebodohannya ini. Karena jika ia tidak mampu --meskipun ia kuat -- untuk
melawan sesuatu yang lemah, maka mengapa ia menunda untuk mengalahkannya, hingga
dirinya kemudian melemah, sementara musuhnya itu makin kuat?!
Sering sekali orang menunda-nunda taubat
itu, hingga datang waktu tidak diterimanya taubat, dan Allah SWT sudah tidak
menerimanya. Yaitu ketika manusia telah kehilangan kesempatan untuk memilih, dan
saat itu taubatnya adalah taubat orang yang terpaksa. Seperti taubat Fir'aun
ketika ia sudah hampir tenggelam. Ia berkata: "aku beriman, bahwa tidak ada
Tuhan selain Tuhan Yang diamini oleh Bani Israil dan aku adalah bagian dari kaum
muslimin". Maka jawaban Allah adalah: "Apakah sekarang (baru kamu percaya),
padahal sesungguhnya kamu telah durhaka sejak dahulu, dan kamu termasuk
orang-orang yang berbuat kerusakan. (Yunus:91.).
Ketika seorang mukallaf telah menghadapi
kematiannya, saat itu taubatnya tidak diterima lagi. Seperti firman Allah
SWT:
"Sesungguhnya taubat di sisi Allah hanyalah taubat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan lantara kejahilan yang kemudian mereka bertaubat dengan segera, maka mereka itulah yang diterima Allah taubatnya; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dan tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, (barulah) ia mengatakan: sesungguhnya saya bertaubat sekarang dan tidak (pula) diterima taubat orang-orang yang mati sedang mereka di dalam kekafiran. Bagi orang-orang itu telah kami sediakan siksa yang pedih." (an-Nisa: 17-18)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar