ILMU LADUNI
“ Barang siapa yang menjadikan kisah nabi Khidir as dengan nabi Musa as
sebagai alasan untuk menggantikan wahyu dengan ilmu laduni –sebagaimana pendapat
orang- orang yang tidak mendapatkan taufik dari Allah-, maka orang itu adalah
atheis dan zindiq, karena sesungguhnya nabi Musa as tidaklah diutus kepada nabi
Khidir as, dan nabi Khidir pun tidak diperintahkan untuk mengikuti nabi Musa as
“ ( Ibnu Abdul Izz Al Hanafi)
Ahmad Zein MA,Cairo
Kita
akan memperluaskan sedikit pembahasan tentang Ilmu laduni ini, karena semakin
banyak orang Islam yang mengaku telah memiliki ilmu aneh ini, kemudian membuat
kekacauan dikalangan umat Islam. Sehingga, perlu bagi seorang muslim yang ingin
menjaga aqidahnya untuk mengetahui hakekat ilmu laduni tersebut. Disana ada
beberapa pertanyaan : Mungkinkah ilmu laduni ini bisa dicari ? Apakah ilmu ini
merupakan pemberian Allah kepada orang-orang tertentu, sehingga tidak semua
orang bisa memilikinya ? Apakah orang yang memiliki ilmu ini sudah sampai
derajat keimanan yang sangat kuat, sehingga dibolehkan meninggalkan sebagian
kewajibannya sebagai orang muslim, sebagaimana diyakini oleh sebagian orang
?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut insya Allah akan terjawab dalam tulisan
di bawah ini
Menelurusi hakikat ilmu Laduni
Kalau kita buka lembaran Al Quran, ternyata hanya ada satu tempat yang
menyebutkan “ ilmu laduni “ secara jelas, yaitu di dalam surat Al Kahfi ayat 65.
Walaupun harus diakui, ada ayat-ayat lain yang mungkin mencakup pembahasan ilmu
laduni ini, tetapi secara tidak langsung. Allah berfirman menceritakan nabi
khidhir as. :
“ Maka mereka berdua ( Nabi Musa dan pembantunya )
mendapatkan seorang hamba dari hamba-hamba Kami ( yaitu nabi khidir), yang telah
Kami anugrahi rohmat dan telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami (
Allah ). “ ( QS. Al Kahfi; 65 )
Ayat diatas adalah dasar pembahasan
ilmu laduni, bahkan salah satu ayat yang dijadikan referensi utama oleh kelompok
tertentu untuk membenarkan keyakinan mereka yang sesat. Mereka menjadi sesat
karena menafsirkan ayat tanpa ada dasar keilmuan yang jelas.
Ayat diatas
menyebutkan lafadh “
Ladunna “( huruf akhir adalah “ a”) , yang berarti :
“ dari sisi Kami ( Allah ) “ , Ilmu Ladunna berarti ilmu dari sisi Allah. Yang
kemudian berkembang dan menjadi ilmu Ladunni ( pakai huruf “ i “).
Kita
belum mengetahui secara pasti, mulai kapan istilah ilmu laduni itu muncul, (
walaupun sebenarnya bisa diprediksikan muncul setelah abad ke 3 hijriah,
bersamaan dengan munculnya kelompok-kelompok sempalan dalam Islam ) . Tapi yang
jelas, ilmu laduni dinisbatkan pertama kalinya kepada Nabi Khidhhir as. Karena
memang teks ayat diatas berkenan dengan cerita Nabi Khidhir as.
Ilmu
laduni-nya Nabi Khidhir menurut surat Al Kahfi – difokuskan pada satu masalah
saja, yaitu pengetahuan tentang masa depan, walau secara rinci digambarkan dalam
tiga peristiwa, yaitu merusak kapal yang sedang berlabuh di pinggir pantai,
membunuh anak kecil yang ditemukan di tengah jalan, dan memperbaiki dinding yang
mau roboh.
Kalau kita padukan antara ilmu laduni dengan ketiga peritiswa
di atas, akan kita dapati benang merah yang menghubungkan antara keduanya, yang
konklusinya sebagai berikut : Ilmu laduni adalah ilmu yang bersumber dari Allah
swt ( dan Allah sajalah Yang memegang kunci-kunci alam ghoib ), sedang inti dari
ilmu laduni yang dimiliki Nabi Khidhir as adalah pengetahuan tentang masa depan
yang nota benenya adalah ilmu ghoib , berarti ilmu laduni yang diajarkan kepada
nabi Khidhir adalah ilmu ghoib.
Oleh karenanya, kalau kita katakan bahwa
Khidhir as adalah seoran Nabi - dan ini adalah pendapat yang benar -, maka Allah
telah mengajarkan kepada Nabi Khidhir sebagian ilmu ghoib, dan ini wajar-wajar
saja, karena salah satu ciri khas wahyu adalah pengetahuan tentang sebagian ilmu
ghoib. Dan hal ini hanya dimiliki oleh para nabi dan utusan Allah atau
orang-orang yang dikehendaki Allah swt, sebagaimana yang termaktub di dalam
firman-Nya :
“ Dia-lah 9 Allah ) Yang mengetahui ghoib dan Dia tidak
memperlihatkan tentang yang ghoib tersebut kepada siapapun juga. Kecuali kepada
para Rosul yang diridhoi-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (
Malaikat ) di muka dan di belakangnya “ ( QS. Jin : 26-27)
Namun
seiring dengan berjalannya waktu, istilah ilmu laduni menjadi berkembang
artinya. Yaitu setiap orang yang mempunyai kelebihan yang aneh-aneh ( yang
diluar kewajaran manusia ), mereka menganggapnya mempunyai ilmu laduni. Seperti
kalau kita melihat seseorang berjalan diatas air, atau mengetahui kejadian pada
masa yang akan datang , atau dia bisa masuk batu dan selamat dari kepungan musuh
atau bisa melihat sesuatu kemudian menjadi hancur dan lain-lainnya. Bukan hanya
itu saja, orang yang bisa menghafal sesuatu dengan cepat, atau mampu menjawab
pertanyaan- pertanyaan dalam ujian, tanpa kelihatan dia belajar sebelumnya,
sering di klaim, telah memiliki ilmu laduni. Maka jika sekarang, ada orang yang
tiba-tiba mengaku mempunyai ilmu laduni, bisa nggak kita
mempercayainya?
Untuk menjawab pertanyaan diatas, kita harus merinci
dahulu permasalahannya, pada point-point di bawah ini :
1. Kalau
yang dia maksudkan ilmu laduni seperti yang dimiliki nabi Khidir as, atau
sejenisnya, maka kita tidak boleh mempercayainya sama sekali, karena itu hanya
dimiliki oleh para nabi. Kalau dia mengakui memilikinya, sama saja kalau dia
mengaku mendapatkan wahyu dari langit atau dengan kata lain dia mengaku nabi,
karena yang didapat nabi Khidir tidak lebih dari pada sebuah
wahyu.
Seseorang mungkin bisa mengetahui ilmu ghoib dengan perantara Jin
atau syetan. Karena Jin dan syetan sering mencuri pendengaran tentang hal-hal
ghoib dari langit. Sebagaimana firman Allah di dalam surat Al Hijr : 17-18,
“ Dan Kami jaga langit-langit tersebut dari syetan yang terlaknat,
kecuali mereka yang mencuri pendengaran ( dari hal-hal yang ghoib ) , maka dia
akan dikejar oleh batu api yang nyata “
Ayat – ayat senada juga
bisa dilihat di dalam surat As Shoffat :10 dan surat Jin:
9.
2. Tapi kalau yang dia maksudkan ilmu laduni adalah
ilmu-ilmu kanuragan ( ilmu kesaktian ) yang ia dapatkan dengan latihan-latihan
tertentu, seperti bertapa di tengah sungai selama 40 hari 40 malam, atau puasa
selama 40 hari berturut-turut, atau dengan hanya makan nasi putih saja tanpa
lauk dalam jangka waktu tertentu atau dengan cara-cara lain yang sering
dikerjakan orang. Maka kita akan teliti dahulu, apakah cara-cara seperti itu
pernah diajarkan oleh Rosulullah saw dan para sahabatnya atau tidak ? Kalau
jawabannya tidak, berarti dia mendapatkan ilmu tersebut dengan meminta bantuan
dari jin dan syetan. Sebagaimana kita banyak dapati sebagian orang bisa kaya
mendadak dengan meminta bantuan Jin dan Syetan. Perbuatan seperti ini dilarang
oleh Islam, sebagaimana firman Allah didalam surat Jin : 6
“ Dan
sesungguhnya ada diantara manusia yang meminta perlindungan dari segolongan Jin
, maka segolongan Jin itu hanya aka menambah kepada mereka kesusahan. “
Kita dapati banyak orang pada zaman sekarang yang memelihara Jin
untuk memperoleh kekayaan dengan cepat, akhirnya dia menjadi “ tumbal” jin yang
ia pelihara. Jin itu memangsa tuannya sendiri. Sungguh Maha Benar Allah dengan
segala firman-Nya.
3. Jika ilmu laduni tersebut dia dapatkan
dengan bertaqwa kepada Allah dengan menjalankan perintah- perintahNya serta
menjauhi segala larangan-Nya sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Rosulullah
saw, maka kita harus percaya kepadanya, tetapi tidak kita sebut ilmu laduni,
kita sebut karomah atau ilham atau firasat, menurut jenis kelebihan yang ia
punyai. Sebagaimana firman Allah dalam surat Al Baqarah : 282
“ …dan
bertaqwalah kamu kepada Allah, niscaya Allah akan mengajarimu …”
Firman Allah di dalam surat Al Hijr : 75
“ Dan
sesungguhnya pada peristiwa tersebut ( hancurnya kaum Luth ) merupakan tanda
bagi orang- orang yang mempunyai firasat “
Dan banyak dalil –dalil
lain yang menyebutkan adanya istilah-istilah tersebut dalam ajaran Islam
.
Perlu di garis bawahi, bahwa orang yang punya kelebihan tersebut tidak
akan mengaku- ngaku atau mengumumkan ilmu yang ia miliki di depan umum , kecuali
kalau ada maslahat dibalik pemberitahuannya, sehingga dengan terpaksa dia
memberitahukan ilmunya itu kepada orang lain. Wallahu a’lam.
Beberapa catatan penting
Ada beberapa hal yang perlu penulis tambahkan disini:
(1)
Yang pertama :
Bahwa nabi Khidir as tidak diutus kepada nabi Musa as. ,
sehingga nabi Musa harus mengikuti ajaran nabi Khidir
(2) Yang kedua
:
Nabi khidir as,– menurut sebagian para ulama- diutus kepada kaum
tertentu, sebagaimana nabi Musa as hanya diutus kepada Bani Israil. Dan suatu
hal yang sangat wajar sekali, apabila di satu zaman ada dua nabi atau lebih.
Buktinya ? Dalam surat Yasin ayat 13-14, Allah berfirman :
“ Berikan
( wahai Muhammad ) kepada mereka sebuah permitsalan para penduduk suatu negri ,
ketika datang kepada mereka para utusan Allah . Ketika Kami utus kepada mereka 2
orang rosul, maka mereka mendustakan keduanya, maka Kami perkuat dengan rosul
yang ketiga, mereka berkata ; “ Sesungguhnya kami adalah utusan Allah kepada
kamu sekalian “
Contoh yang lain adalah nabi Ibrohim, Ismail, Ishaq
dan nabi Luth mereka hidup dalam satu zaman. Begitu juga nabi Daud dan Sulaiman,
nabi Ya’qub dan Yusuf , nabi Musa , Harun dan Syu’aib, dan terakhir nabi
Zakaria, Isa dan Yahya.
(3) Yang ketiga :
Nabi Khidir as juga
bukan pengikut nabi Musa as dan tidak diperintahkan untuk mengikutinya, sehingga
boleh-boleh saja bagi nabi Khidir as, berbuat tidak seperti apa yang diajarkan
nabi Musa as, karena setiap nabi mempunyai manhaj dan syareah yang
berbeda-beda.
Kemudian setelah itu datang orang Islam “ yang nyleneh ”
mengaku sebagai wali Allah dan mempunyai ilmu laduni , sehingga membolehkan
dirinya keluar – atau tidak mengikuti syareah yang di bawa nabi Muhammad saw.(
Na’udzibillahi mindzalik).
Jangankan dia, yang namanya nabi Isa as saja,
nantinya kalau turun ke bumi lagi untuk membunuh Dajjal, akan ikut dan patuh
dengan syareat nabi Muhammad saw.
Berkata Ibnu Abdil Izz al Hanafi
:
“ Barang siapa yang menganggap dirinya dengan nabi Muhammad saw sebagaimana
nabi Khidir as, dengan nabi Musa as, atau membolehkan orang lain mengerjakan
seperti itu( artinya membolehkan orang lain untuk mbalelo dari ajaran Islam )
maka hendaklah dia memperbaharuhi keislamannya , dan mengucapkan syahadat sekali
lagi dengan penuh kesungguhan. Karena dengan perbuatannya itu , dia telah keluar
dari Islam …..dia bukannya wali Allah , tetapi sebenarnya dia adalah wali
syetan. Inilah yang membedakan antara orang- orang zindiq dengan orang-orang
yang istiqomah di dalam ajaran Islam, maka perhatikan baik-baik “
(4
) Yang terakhir :
Nabi Khidir as, menurut pendapat yang benar , telah
mati sebagaimana manusia lainnya akan mati. Dalilnya sebagaimana firman Allah di
dalam QS Al Anbiya ‘ : 34-35 , :
“ Dan Kami ( Allah ) tidak
menjadikan seorang manusia-pun sebelum kamu ( wahai Muhammad) abadi, maka
apabila engkau mati, apakah mereka akan abadi ??. Setiap jiwa akan merasakan
kematian. Dan Kami akan menimpakan kepada kamu sekalian kejelekan dan kebaikan
sebagai ujian bagi kamu. Dan kepada Kami-lah kamu sekalian akan dikembalikan .
“
Sumber : al-ukhuwah.com
Ensiklopedia Islam : Ilmu Laduni
Pengetahuan yang diperoleh seseorang yang saleh dari Allah SWT melalui
ilham dan tanpa dipelajari lebih dahulu melalui suatu jenjang pendidikan
tertentu. Oleh sebab itu, ilmu tersebut bukan hasil dari proses pemikiran,
melainkan sepenuhnya tergantung atas kehendak dan karunia Allah SWT.
Di
dalam tasawuf dibedakan tiga jenis alat untuk komunikasi rohaniah, yakni kalbu
(hati nurani) untuk mengetahui sifat-sifat Tuhan, roh untuk mencintai-Nya dan
bagian yang paling dalam yakni sirr (rahasia) untuk musyahadah (menyaksikan
keindahan, kebesaran, dan kemuliaan Allah SWT secara yakin sehingga tidak
terjajah lagi oleh nafsu amarah) kepada-Nya.
Meski dianggap memiliki
hubungan misterius dengan jantung secara jasmani, kalbu bukanlah daging atau
darah, melainkan suatu benda halus yang mempunyai potensi untuk mengetahui
esensi segala sesuatu.
Lapisan dalam dari kalbu disebut roh; sedangkan
bagian terdalam dinamakan sirr, kesemuanya itu secara umum disebut hati. Apabila
ketiga organ tersebut telah disucikan sesuci-sucinya dan telah dikosongkan dari
segala hal yang buruk lalu diisi dengan dzikir yang mendalam, maka hati itu akan
dapat mengetahui Tuhan.
Tuhan akan melimpahkan nur cahaya keilahian-Nya
kepada hati yang suci ini. Hati seperti itu diumpamakan oleh kaum sufi dengan
sebuah cermin. Apabila cermin tadi telah dibersihkan dari debu dan noda-noda
yang mengotorinya, niscaya ia akan mengkilat, bersih dan bening. Pada saat itu
cermin tersebut akan dapat memantulkan gambar apa saya yang ada dihadapannya.
Demikian juga hati manusia. Apabila ia telah bersih, ia akan dapat
memantulkan segala sesuatu yang datang dari Tuhan. Pengetahuan seperti itu
disebut makrifat musyahadah atau ilmu laduni. Semakin tinggi makrifat seseorang
semakin banyak pula ia mengetahui rahasi-rahasia Tuhan dan ia pun semakin dekat
dengan Tuhan. Meskipun demikian, memperoleh makrifat atau ilmu laduni yang penuh
dengan rahasia-rahasia ketuhanan tidaklah mungkin karena manusia serba terbatas,
sedangkan ilmu Allah SWT tanpa batas, seperti dikatakan oleh Al-Junaid, seorang
sufi modern, "Cangkir teh tidak akan dapat menampung segala air yang ada di
samudera."
Keberadaan dan status ilmu laduni bukan tanpa alasan. Para
sufi merujuk keberadaan ilmu ini pada Alquran (QS Al Kahfi [18]:60-82) yang
memaparkan beberapa episode tentang kisah Nabi Musa AS dan Khidir AS. Kisah
tersebut dijadikan oleh para sufi sebagai alasan keberadaan dan status ilmu
laduni. Mereka memandang Khidir AS sebagai orang yang mempunyai ilmu laduni dan
Musa AS sebagai orang yang mempunya pengetahuan biasa dan ilmu lahir. Ilmu
tersebut dinamakan ilmu laduni karena di dalam surah al-Kahfi ayat 65
disebutkan: "wa'allamnahu min ladunna 'ilman.." (..dan yang telah Kami ajarkan
kepadanya (Khidir AS) ilmu dari sisi Kami). Dengan demikian ilmu yang diterima
langsung oleh hati manusia melalui ilham, iluminasi (penerangan) atau inspirasi
dari sisi Tuhan disebut ilmu laduni.